"Atid coba telepon Mami ya," kata
Papi tiba-tiba nelepon.
"Ada apa, Pi?"
"Ya tanya-tanya ajalah. Kan senang dia
ditelepon Nonanya."
Gue nelepon Mami. Ternyata Mami Papi lagi
berantem.
"Nyebelin banget si Papi itu. Masa
dibilangnya mami panjang kaki. Keluar-keluar terus. Gak pernah di rumah. Kalau
mami gak keluar-keluar liat-liat tanah, mau dari mana tabungan kita? Ha? Ha?
Ha?"
Bukan ha ha ha ketawa. Tapi ha ha ha kaya
bertanya tapi sebenernya gak perlu dijawab.
"Mana pernah dia itu mau nabung.
Dibagi-baginya semua ama orang. Bla bla bla bla bla bla."
Merepetlah Mak Gondut panjang lebar. Kuhidupkanlah
itu speaker phone sambil "he... he.... he..."
Bukan he he he ketawa. He he he retorik biar
dikiranya gue masih dengerin.
"Gak mau Mami pulang. Mending Mami beli
sarung bantal di BSM. Lucu-lucu kali sarung bantalnya. Nanti aja Mami pulang
kalau udah tidur si Papi."
Telepon gue pun berpindah ke Papi.
"Emang Papi bilang apa ke Mami sampai
ngamuk gitu?"
"Gak ada Papi bilang apa-apa. Memang
mamimu itu sukak-sukaknya aja terus."
Mami memang lebih suka keluar-keluar bersama
teman-temannya. Papi lebih senang di rumah, ngurusin piaraan dan belanjaan.
Entah kenapa dua orang ini dulu bisa kepikiran berjanji hidup bersama
selamanya.
"Coba Atid traktir dululah mami-nya.
Nanti Papi ganti. Bilang aja Atid yang bayar."
"Kenapa gak Papi aja yang nraktir? Biar baikan."
"Nggaklah. Kan lebih senang dia kalau
ditraktir anaknya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar