Gue dipanggil wawancara di sebuah biro
arsitektur di Singapur. Tiga hari lagi.
Paspor gue kurang dari enam bulan lagi
expired. Papi pun membuatkan gue Paspor Batam.
"Mudah itu. Paling sore udah
selesai," katanya.
Ternyata Imigrasi Batam sekarang lebih ketat.
"Kita ke Tanjung Pinang aja. Paling sore
udah selesai," kata Papi.
Ternyata sore belum selesai. Paling cepat besok pagi. Besok gue wawancara.
"Kita nginep di sini aja. Kan dari sini juga ada ferry ke
Singapur," usul Papi.
"Atid gak bawa cairan contact lens."
"Kita cari aja di sini. Banyak itu."
Toko di Tanjung Pinang jam 5 sore sudah tutup.
Papi mencoba bertanya kanan kiri.
"Ya udahlah, Pi."
"Pasti ada. Nonanya duduk aja."
Gue duduk menyerah di mobil, malas ikut-ikutan
Papi mengetoki satu per satu jejeran toko yang sudah tutup itu.
Lalu Papi datang membawa sebotol cairan
contact lens.
"Yang ini kan?"
Gue takjub.
Besoknya kami ke Singapur. Wawancara cuma
sepuluh menit, langsung ditawari gaji tetap walau gue ngelamarnya internship.
"Cepat kali wawancaranya? Langsung
diterima?" tanya Papi takjub. Betapa mudahnya hidup gue.
Hidup Papi lebih menakjubkan. Lebih susah,
jadi gak gampang menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar