Jumat, 29 Januari 2016

The Bah Big Short

Sudah banyak dokumenter tentang Krisis Ekonomi 2008 yang gue tonton. Baru kali ini gue nangis.

Mungkin karena yang ini bukan dokumenter, more dramatization. Mungkin karena gue lagi mens. Mungkin karena sekarang udah punya ponakan, lebih takut masa depan mereka disetir bankir-bankir tak bernurani.

Ada waktunya dahulu kala gue kagum dengan bankir-bankir bergaji ratusan juta.

Nggak lagi.

"Cepetan resign deh," kata gue sama kakak gue yang kerja di satu dari tiga bank paling serakah di dunia. Sewaktu kuliah, bisa kerja di sana sepertinya membanggakan.

Nggak lagi.

"Yang jahat kan yang di New York sana, Tid. Kaya gue-gue gini ya taunya kerja aja, dapet gaji, buat anak-anak."

Lalu dia menceritakan pekerjaannya, menganalisa performa kartu kredit. Semakin macet, semakin disukai. Justru yang kaya gue, yang selalu bayar tepat waktu, gak menguntungkan buat bank.

"Sayang bakat dan waktu lo kalau diabisin buat memperkaya sistem yang cuma untung kalau orang lain rugi. Mending lo kerja di perusahaan yang gajinya lebih gede, deket rumah, jamnya lebih manusiawi, lebih bermanfaat buat masa depan Duo Mokmoks"

"Kau carikanlah."

"Emang gaji lo berapa sih? Kita majuin Kepompong Gendut aja."

Hampir 500 juta.

Bah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar