Minggu, 10 Januari 2016

Rumah Sakit Bikin Tambah Sakit

Papi masuk rumah sakit lagi, mau kateterisasi besok. Gue menemani sekalian  ke dokter gigi. Bolong di geraham kiri atas ini bikin gue cuma bisa mengunyah di kanan.

"Bu, kalau mau daftar gimana ya?"  tanya gue ke loket.

"Taro aja di situ. Gak bisa baca?" tanyanya menunjuk sebuah keranjang kecil berfont Arial 12.

Yah... rumah sakit negeri. Mungkin dibayar murah, jadinya gak ramah.

Salah loket. Pindah.

"Ini bukan BPJS ya, Bu?" tanya si mbak-mbak pendaftaran.

"Bukan."

"Ya udah tunggu aja nanti saya panggil."

Setengah jam gak dipanggil juga.

"Mbak, punya saya gimana?"

Dia langsung panik mencari-cari kartu gue. Sepertinya dia lupa.

Yah... rumah sakit negeri. Mungkin dibayar murah, jadinya gak profesional.

Gue disuruh nunggu di lorong tak berkursi.

Setengah jam kemudian, gue sudah hampir pergi. Barulah gue dipanggil.

"Bolong di kiri. Bolong di kanan. Dan gigi belakangnya harus dioperasi," kata si suster setelah gue diperiksa.

"Hah? Operasi?"

"Ayo kita ke ruangan sebelah untuk membicarakan administrasi."

"Jadi nambal gigi satunya empat ratus ribu. Konsultasi tadi 160 ribu," kata suster gendut di ruangan sebelah.

Lebih mahal dari Dental Clinic depan BIP.

"Nambal satu gigi aja deh," jawab gue. Terlanjur di sini.

Disuruh nunggu lagi di lorong tak  berkursi.


Buang kartu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar