Selasa, 30 Juni 2009

Revisi Film

“There is not that many bombings in Indonesia,” tuduh salah satu penonton dengan basa Inggris terpatah-patah karna emosi di salah satu diskusi setelah pemutaran cin(T)a di London. Dia keberatan dengan daftar gereja yang dibom di dalam film.

“It is very important for everyone to have their own thoughts. So please do check the facts by yourself. I might be a liar. Please don’t take my words for granted,” jawab gue apa adanya.

Karenanya gue merevisi film ini untuk diputer di Indonesia.

Tapi bukan revisi daftar gereja yang dibom.

Revisi percakapan di dalam film. Sekarang di film ditambahkan ada percakapan di mana seseorang menuduhkan, “There is not that many bombings in Indonesia.”

Dan scene ini terasa menjadi lebih bernyawa karena pergantian dialog ini.

Terima kasih, Mbak=P

“Kenapa Tuhan nyiptain kita beda-beda kalau Tuhan hanya ingin disembah dengan satu cara?”

Banyak sekali jawaban yang saya dapatkan melalui roadshow ini. Semua jawabannya menarik dan meyakinkan dan diucapkan dengan penuh keyakinan yang semua terdengar sama yakinnya walaupun berbeda-beda.

Teringat saya akan suatu cerita tentang beberapa orang buta yang mencoba menggambarkan Gajah.

Si buta yang satu berteriak-teriak yakin kalau Gajah itu seperti ular. Mentang-mentang dia pernah memegang belalai Gajah. Si buta lain yang memegang kaki Gajah dan menganggap Gajah itu seperti batang pohon pasti salah! Apalagi yang memegang telinga Gajah dan menganggap Gajah itu seperti daun teratai. Pasti salah!

Sesungguhnya Gajah terlalu besar untuk bisa digambarkan sendiri oleh si buta-si buta sok tahu ini. Si buta lupa kalau dia masih diperlengkapi telinga. Kalau saja telinganya dipergunakan untuk mendengar si buta- si buta lain, tentunya si buta akan mendapat pemahaman yang lebih utuh tentang Gajah.

Sayang banyak si buta yang tidak lagi mendengar, padahal masih bertelinga.

Untungnya roadshow cin(T)a ini mempertemukan saya dengan banyak si buta lainnya yang telinganya tidak hanya jadi aksesoris. Mereka tidak selalu setuju dengan saya, tapi mereka masih mau mendengar. Mendengarkan mereka, walaupun tidak selalu sejalan dengan saya, menjadi pengalaman baru yang menyejukkan bagi saya. Roadshow ini telah membuka dialog-dialog yang memperbanyak sekali pelajaran bagi tim kecil ini, dan mudah-mudahan bagi yang lain juga.

Ahhh... andai saja kita mau mendengar... mungkin kita masih bisa tertawa bersama-sama.

Hahahaha=P

Bertanya

Cin(T)a akhirnya selamat jalan-jalan ke lima kota yang berbeda bersama sebuah mobil yang konon seven seaters dan diisi oleh 8 entertainer (sesuai visa). Untungnya Sammaria selalu ditaro di depan (tentunya karena Sammaria paling cantik) sehingga tidak perlu dempet2an di belakang dengan manusia dan film kit.

cin(T)a ditonton orang-orang yang berbeda-beda dari berbagai bangsa, merasakan tanggapan yang berbeda-beda, diajak foto sama berbagai muka (terutama si Cina... laku ih laku), dan mendapatkan pertanyaan yang ‘berbeda-beda”.

“Apa tujuan anda membuat film ini?”

Tujuannya nyari duit. Biar filmnya laku dan gue hidup kaya raya,mati masuk surga.

Gak boleh begitu ternyata. Tujuannya harus yang mulia cenah.

Jika tujuan diartikan sebagai goal yang harus dicapai untuk parameter sukses tidaknya film, tentunya saya tidak punya. Saya tidak ingin merubah siapa pun dan apa pun. Saya tidak punya solusi untuk persoalan apa pun.

Tapi kalau harapan punya dong. Saya berharap film ini akan menjadi sebuah pemicu ngobrol-ngobrol sore tentang hal yang konon tabu dibicarakan, padahal merupakan persoalan mendasar bangsa ini: perbedaan.

Kita enggan membicarakan, saling buruk sangka di belakang, dan membiarkan agama, suku, ras, dan IP dimanfaatkan sebagai propaganda termurah dalam sejarah bunuh-bunuhan manusia.

“Apa visi misi anda membuat film ini?”

Sebenarnya pertanyaan yang sama. Tapi dibungkus lain menyambut maraknya debat SBY, JK, dan Mega menggeser jadwal prime time Manohara.

Saya punya visi yang lebih tepatnya dibilang mimpi. Di mimpi saya, saya sedang bercinta di negara Indonesia yang masyarakatnya sudah terbiasa berbeda dan berdialog. Manusia-manusianya tidak merasa lebih baik dari manusia lain. Saya membayangkan Indonesia yang dewasa tapi tetap menyenangkan, di mana tidak ada masalah yang tidak bisa dibahas sambil bercanda. Dan orang-orang galak yang merasa benar sendiri tidak lagi bersuara paling lantang karena tertutup suara tawa manusia-manusia yang menghargai perbedaan.

Apakah ada hidden agenda dalam film ini?

Ada donggg. Cari jodoh. Kasian emak gue udah stress nyuruh gue kawin hihihi.

Selain itu ada juga agenda membuka sebuah ruang kejujuran bagi masyarakat untuk terbiasa berdialog dan menghargai perbedaan. Tapi ini bukan agenda pribadi. Kayanya udah keduluan ama Soekarno.

Apa pesan yang ingin anda sampaikan melalui film ini?


Oh my God. Masih musang yang sama dengan bulu yang berbeda. Dan sangat berbahaya jika saya jawab ‘tidak ada’ kepada bangsa yang terbiasa dengan film-film berpesan, seakan tak ada film jenis lain.

Meminjam pemikiran Wim Wenders, seorang sutradara besar di Jerman, ada dua alasan seorang auteur membuat film. Yang pertama adalah film yang dibuat karena si auteur punya sebuah pernyataan/ pesan/ massage yang mau dia sampaikan ke penonton. Yang ke dua adalah film yang dibuat karena si auteur punya pertanyaan yang ingin disampaikan ke penonton. Film adalah media si auteur untuk mencari jawaban atas kegelisahan dirinya sambil berharap kegelisahan ini ternyata juga mengusik penonton.

“Kenapa Tuhan nyiptain kita beda-beda kalau Tuhan hanya ingin disembah dengan satu cara?”

I Was Born To Sing.

Tour UK membawa pencerahan. Gue menemukan legenda hidup gue yang sebenarnya... the very reason God created me in this world.

I was born to sing... and I believe that more than Maribeth!

Lupa sudah awalnya dulu gue menangisi kekerean gue yang tidak mampu mendatangkan Homogenic full team sehingga Homogenic harus tampil tanpa Risa Saraswati, vokalisnya. Untungnya di pemutaran perdana cin(T)a di National Film Theater London, Dina Dellyana mendapat wahyu untuk memberi mic ke gue... dan kutemukanlah destiny gue sebenarnya.

Destiny, Here I Am!

Dina sampai bengong ngeliatin gue nyanyi. Tampaknya dia sangat terpana dengan bakat terpendam gue ini.

“No!!! Please stay in directing!!!” protes Kak Nora sambil tutup kuping.

Memang selalu ada suara-suara sumbang yang mencoba menggoyahkan mimpi lo. Untung gue teringat kata-kata Paulo Coelho: “Saat paling gelap itu adalah saat2 menjelang matahari terbit”

Selain menginspirasi maling-maling yang selalu beroperasi menjelang subuh, kata-kata ini juga menginspirasi gue untuk tetap bernyanyi tak peduli suara sumbang sekitar.

Tiba-tiba suara falcetto ala Bee Gees mengganggu eksistensi gue di Birmingham. Ternyata Mr. Roland Samosir diam-diam juga mengincar posisi sebagai vokalis Homogenic.

Goyangan pantat doi sih oke juga ternyata ... suaranya juga manis dan imut... tapi tampang gue lebih menjual... jadi tetep donggg gue menjadi vokalis Homogenic selama tour UK ini. Yeah, baby!

Di Leeds pun posisi gue terancam oleh seorang Kristy Nelwan. Selain suaranya OK, tampangnya juga cukup menjual. Damn.

Untungnya sound systemnya rusak, jadi gue batal diadu dan masih terus menjadi vokalis Homogenic for the rest of the tour. Bring it on!

Di Manchester gue nyanyi 5 lagu sekaligus. Homogenic is rocking UK! Semua CD Homogenic yang dibawa ke UK terjual habis. Gak sia-sia suara gue abis. Untung Manchester udah kota terakhir.

Sekarang tinggal merencanakan gimana cara ngomongnya ke Risa. She’s been with her for years. It’s not that easy to end it.

“Tid, video-video UK yang lo nyanyi Homogenic jangan di-upload ke internet ya. Ntar album gue gak laku,” pinta Dina Dellyana mengakhiri khayalku.

Aku terpuruk sakit hati. Ternyata Dina malah kembali ke Risa. Aku dicampakkan. Hik! Hik! Huouououououououo...

Tuh kan... bahkan suara tangisan gue pun lebih ok dari Nia Daniati.

Indonesian Idol kapan sih? Biar gue buktikan pada Dina Dellyana kalau suara gue tuh unik dan berkarakter banget. Mungkin kalo Indra Lesmana yang bilang, baru deh doi percaya.

Huououououooooooooo....

Namun semua tinggal ceritaaa... hati yang lukaaaaaaaa....

Kartini Nggak Sampai Eropa

Tapi Sammaria nyampe!

Walaupun nyampenya di London terminal 3... yang tidak berasa seperti Eropa karena mukanya Asia semua. Gue sempet ngira gue nyasar ke Istanbul. Next movie gue ke terminal 5 ah. Amin.

London menyambut rombongan cin(T)a dengan penuh cinta. Matahari bersinar cerah. Burung-burung berkicau. Dan cowo-cowo berdada bidang melepas atasan mereka tanpa dipaksa. Hmmmm=P

Ini sebenarnya kali ke dua gue ke London. Dulu yang pertama adalah suatu masa di mana Soeharto masih dianggap bapak pembangunan, dan satu lembar Soeharto tersenyum masih berharga sekitar 17 Pound. Di masa-masa itu, turis-turis Indonesia punya tour guide local berbahasa Indonesia, dan turis Indonesia masih hahahihi keluar masuk Harrods.

Sekarang lembaran Soeharto tersenyum sudah diganti lembaran I Gusti Ngurah Rai yang menatap kosong ke depan. Selembarnya cuma bisa dituker kurang dari 3 pound. Dan turis-turis Indonesia tidak lagi terlihat di sekitar Harrods, sekarang banyak berkeliaran di sekitar Primark. Termasuk gue dan Dina Dellyana tentunya... Cowo-cowo pada cemberut nemenin kita belanja.

Tapi dua jam kemudian mereka datang dengan baju baru minta perpanjangan waktu. Pritttttttttt!!!

Mbak-mbak London gaya-gaya, bikin gue pengen ikutan begaya. Apalagi di sini size gue lengkap tersedia. Tak tahanlah hati ini ingin belanja.

Tadinya pound gue yang terbatas ini mau dibeliin baju aja, gak usah makan. Demi belanja, aku rela berpuasa.

Tapi Dina Dellyana ngidam pengen KFC. Jadi gue terpaksa nanya ke mas2 London yang lagi begaul di pinggir Soho ke mana KFC terdekat.

Dan si mas-mas gaul memandang gue dengan tatapan nista sekan berkata, “What?!? Sista, you are in bloody London. Why the hell are you looking for KFC?”

Malu aku malu. Sejak hari itu gue tobat. Gue mengikuti sabda Kak Nora:

“Thou shall have Pret A Manger in London.”

No more KFC or Mc D.

And no English food! Scone? Fish and Chips? Whimpy?

Sorry! This girl needs some boemboe in her food. Top 3 on my UK trip adalah:

3) cumi 2 gratisan di restoran Cina di Manchester
2) keju bayem gratisan di restoran Pakistan di London
1) Sapi masak bir gratisan di restoran Belgia di London

Untung ada bapak-ibu baik hati yang mencegah kami dari daily dose of chicken cottage, fastfood halal murah meriah berkat daging suntikan di perbatasan zona 3 London.

Dan ternyata rata-rata museum di London itu gratisan. Pantesan orangnya pinter-pinter dan jago ngejajah. Ekor gue goyang2 berjalan-jalan mengelilingi National Gallery, Tate, V&A... menyaksikan barang-barang rampasan paling indah yang dikumpulkan pemerintah kolonial Inggris dari berbagai negara .

British Museum sebentar aja ah... males liat mumi. Paling si Soniboni yang excited ngeliatin mayat cewe mesir. Giliran gue yang masih berdarah dan berdaging ini lewat, doi diem aja. Ihhhh. Autisme akut.

And what about the premiere?

Hah? Premiere apaan?

Oh yaaaaaaa ya ampunnnnnnnnnnn... Gue kan di London kan buat premiere cin(T)a. Malahan sibuk foto turis... hahaha. Woalah... lali aku.

Be still and know that I am Akbar.

Sebuah SMS di pagi hari : Visa UK sudah di-approved...

Tapi hanya untuk Sammaria dan Sunny. Tidak untuk Danti, M. Budi Sasono, dan Dina Dellyana.

“Lo berdua bukan Muslim sih,” tutur Budi Sasono bercanda. But everyone knows his joke is only a way to tell his truth without sounding vulnerable. Punya nama depan Mohamad di depan Budi Sasono memang bukan hal yang menguntungkan di dunia paranoid pasca 9/11.

“Kalau visa lo ditolak karena nama lo Mohamad, be proud of it,” jawab Sammaria berusaha tegar. Dalam hati ikutan gondok kalau sampai visa tiga temannya gak di-approved gara-gara segelintir bule paranoid.

Ternyata yang paranoid kita. Visa ketiganya udah di- approved juga. Hanya belum diberitakan lewat SMS aja. I blame it to technology. Maaf ya, bule2.. kita dah terlanjur paranoid ama kalian.

Sampai di London, kita pun disambut manusia-manusia paranoid lainya.

Oh My God, what have we done to each other? How come we get to be this bitter and paranoid?

Seorang bapak menyarankan gue untuk tidak menanyangkan film ini. Selidik punya selidik, setelah ngobrol panjang lebar, dia ternyata punya ketakutan film ini ada misi Kristenisasi melalui promosi perkawinan beda agama. Di daerah asalnya, ada isu bahwa banyak wanita Muslim yang dihamili dan kemudian dipaksa pindah agama jika ingin dinikahi. Makanya dia sangat mewanti-wanti wanita Muslim untuk tidak berpacaran dengan pria Kristen.

Tentunya teman-teman yang Kristen juga sudah sangat familiar dengan isu ini. Hanya saja subjeknya diganti pria Muslim dan objeknya wanita Kristen.

Si Bapak kaget. Doi meragukan kalau ada pria yang benar-benar Muslim akan tega melakukan hal itu.

Tentunya gue juga yakin gak ada pria yang benar-benar Muslim akan tega melakukan penyebaran Islam melalui penyebaran sperma. It’s just the fact kalau kedua isu ini sangat mirip dan hanya tinggal diganti subjek dan objeknya menunjukkan ada modus yang sama yang memecah belah bangsa ini dengan cara-cara yang tidak kreatif. Tentunya kita tidak akan begitu saja diadu domba kalau saja kita tahu dipadang rumput seberang cerita yang sama pun didesas desuskan.

Indonesia… Indonesia… sudah bertahun-tahun ditinggal kumpeni masih aja bisa diadu domba.

Makanya kita butuh dialog… karena tak kenal maka taakut.

Ada lagi bapak lain yang menyatakan takut bahwa film ini akan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang tidak benar.

Oh, My God, what have we done to our faith? Do we really believe in Your power? Do we really believe that You are so akbar and have all the power to this world? Why the hell… eh heaven… are we so afraid then?

People, I know there are so many dangers and bitterness in this world. I know that we are all weak and worried and troubled and tired. But please remember… God is great, be still.

The God that took care of you will also take care of your children. Pasti!

doa

Akhirnya cin(T)a diperbolehkan tayang di UK oleh (T)... walaupun beberapa pengikut-Nya masih tidak memperbolehkan.

Dan doa gue terkabul. Seorang Batak berdada bidang, berkulit gelap, dan bukan simanjuntak pun didatangkan menonton cin(T)a...

Hihihi... (tersipu-sipu)

Tapi sayang doa gue kurang lengkap.

Harusnya ditambahkan berdada bidang dan belum punya cewe... Damn.