Hari ini gue tes di Facebook. Kalau gue hidup
di dunia Harry Potter, gue cocoknya kerja apa?
Minister of Magic.
Gue malah teringat pemilihan ketua sebuah klub
film mahasiswa.
"Agama gue melarang punya pemimpin yang
bukan Islam," katanya.
Bukan kali ini gue mendengar alasan ini. Dulu waktu SMP gue sempat punya ketua kelas
Kristen, cewe pula. Dia selalu jadi wakil ketua kelas. Baru naik jadi ketua
kelas setelah gonta-ganti tujuh ketua kelas gak ada yang becus. Langsung mengundurkan diri setelah Guru Agama
marah-marah ke satu kelas.
Tapi itu kan anak SMP ya. Ditakut-takutin neraka sedikit ama
bapak-bapak berjenggot, wajarlah pada menciut.
Tapi ini ITB. Sekolahnya Soekarno. Ternyata
masih banyak yang mengamini kalau yang memimpin sebuah organisasi film itu
harus Islam.
Terpilihlah seorang pemimpin Islam. Tahun
depannya, laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh orang-orang yang memilih
dia.
Tahun itu giliran angkatan gue yang harusnya
jadi ketua.
Dua orang mencalonkan diri. Mereka memilih
orang lain, dari angkatan sebelumnya.
Di arsitektur pun begitu. Dua orang maju dari angkatan gue.
Mereka memilih angkatan yang lebih muda.
Gue tentunya gak akan pernah mencalonkan diri.
Melihat hasil tes Harry Potter, gue jadi
berandai-andai, apa yang akan terjadi kalau gue dulu mencalonkan diri?
Mungkin gue terpilih. Mungkin masih banyak anak ITB yang tidak memilih pemimpin klub sekuler
berdasarkan agama dan gender.
Mungkin gue tidak akan terpilih. Mungkin bukan karena agama. Mungkin gue emang gak kompeten.
Tapi setidaknya gue mencoba.
Dan gue tidak akan hidup dengan buruk sangka.
Jangan-jangan minister of magic juga gak boleh muggle.
Jangan-jangan minister of magic juga gak boleh muggle.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar