Minggu, 10 Januari 2016

Lipstick Purbasari

"Dulu gue sempat kudus, dua bulan," katanya menceritakan saat-saat si Boru Juntak kecil berbaju ungu-ungu itu baru lahir.

"Trus ya kembali ke asal, kan udah ada bapaknya yang ngurus. Sampe bapak gue bilang 'lebih banyak  kulihat waktumu begaya daripada ngurus anak. Sebel kan gue...," katanya sambil memakai lipstick Purbasari 12 ribuan kalau beli 12 biji di Tokopedia. 

Kalau di Pasar Tebet bisa satuan tapi 50 ribu.

"Tapi gue ingetlah warisan itu, jadi kudus lagilah gue," katanya sambil tertawa riang.

Bapaknya  dulu mantan direktur salah satu perusahaan telekomunikasi nasional.

Saat itu di rumah Opung, ngumpul-ngumpul tahun baru seperti biasa. Tapi ini pertama kalinya sejak Opung meninggal. Dia mungkin tidak sadar atau terlalu cuek. Obrolan warisan sensitif di sini. 

Makanya gue lebih suka duduk dekat-dekat dia saja daripada bergabung dengan yang lain.

Menurut adat Batak, rumah orang tua akan menjadi milik anak laki-laki terakhir, yaitu Papi. Ditambah lagi Opung punya dua rumah dan dua anak laki-laki. Yang satu sudah dikasih ke Abang Papi.

Tetapi ini zamannya hukum Indonesia, bukan hukum adat. Papi bersaudara 2 cowo, 7 cewe. Sebagian besar  minta rumah Opung  dibeli Papi seharga pasar dan uangnya dibagi rata.

"Pokoknya aku cuma punya uang  segitu. Kalau mereka minta lebih, lepas aja Bang. Biar mereka jual ke orang. Jangan kita terima uangnya," kata Mak Gondut yang merasa dulu Opung Doli secara lisan mengatakan rumah itu memang didesain untuk dia dan Papi.

"Gak ada lisan-lisan, harus hitam di atas putih," kata abang Papi sewaktu dia masih kaya raya dan punya banyak bisnis. 

Sekarang dia tidak kaya raya.

"Ih bagus yaaaa... ngapain selama ini gue beli YSL," kata saudara lain, gak mau ngomongin warisan.


Hari itu kami hanya ngomongin lipstick Purbasari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar