Untuk menjual apartemen ini, Mr. Yoo harus bayar PPN 10%
dari harga beli.
Juga PPh
5%.
Juga administrasi 10%.
"Gak bisa lebih murah?" tanya Mr Yoo
dalam Bahasa Indonesia patah-patah. Toh biaya
administrasi ini sebenarnya hanya biaya nge-print selembar surat baru menandakan
sekarang unit apartemen ini menjadi punya gue.
Sertifikatnya belum selesai, jadi negara belum ikut-ikutan dalam jual beli ini.
Akhirnya diturunkan menjadi 6%.
Di kios sebelah Rp 1500 per lembar.
"Mr. Yoo, sebenarnya kan dulu waktu beli
Mr. Yoo udah bayar PPN 10 %. Mending Mr
Yoo minta bukti bayar pajaknya deh. Saya yakin PPN yang ke dua ini gak
dibayarkan ke negara," tutur Bang Gigit yang biasa menangani jual beli
tanah di bank-nya.
"Ya biar sajalah. Daripada nanti usaha
saya di sini dipersulit," kata Mr. Yoo yang sudah dua puluh tahun tinggal
di Indonesia dan sudah belajar lebih baik bayar daripada bertanya.
Nanti setelah sertifikat keluar, gue juga
harus bayar BPHTB, PNBP, biaya notaris, biaya cek sertifikat, PBB dan biaya
selisih NJOP.
Total 150 juta disetorkan entah buat apa.
Mungkin buat bikin rel yang udah ada sejak zaman Belanda itu, atau bikin tol
baru yang lewat harus bayar itu?
Indonesia negara miskin, tapi bukan buat orang
miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar