Sabtu, 09 Januari 2016

Cukur Pantat

Melihat adegan menjilat-jilat pantat di layar henpon gue, gue langsung begidik sendiri.

"Banyak tauk yang suka," katanya.

"Lo suka?"

"Nggak. Biasanya gue dijilatin."

"Trus gak jijik?"

"Kan dibersihin dulu."

"Bulunya?"

"Dicukur dululah."

"Gimana caranya? Depan kaca?"

"Sambil duduk sila aja.  Keliatan kok," katanya sambil menyilangkan kaki kirinya di atas paha kanan.

Sepertinya gampang. Entah kenapa selama ini gue gak nyukur pantat. Kayanya enak punya lubang pantat bebas bulu. Taik jadi bebas hambatan.

Ternyata sudah kusilangkan itu paha, tak bisa juga juga kulihat itu bulu-bulu.

Terpaksalah gue nonggeng di sebuah kaca besar.

Gak  kelihatan juga.

Kayanya nyukur pantat cuma buat manusia-manusia rajin yoga.

Karena gue keburu membayangkan indahnya punya lubang pantat tanpa bulu, gue pun nekat menyukur pantat gue tanpa melihat. Dirasa-rasa ajalah.

Aw.


Berdarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar