Sabtu, 31 Juli 2010

divine comedian.

"Kenapa si Cina nggak menjelaskan ke Annisa kalau Yesus itu Tuhan, bukan manusia?" tanya salah satu penanya yang gak terima Tuhannya tidak dibela Cina dalam suatu scene cin(T)a.

"Maaf ya ama teman-teman yang Islam," sambungnya lagi.

Gue malu ke teman-teman Islam gua: Saira dan Sali. Kok pertanyaan seperti ini muncul di diskusi gereja?

Tapi gue teringat gue 3 tahun lalu. Gue yang mengutuki dunia. Gue yang marah. Gue yang tersinggung Tuhan gue dihina, seakan Tuhan memang bisa dihina. Gua yang ignorant, malas membaca alkitab sendiri, tapi penuh emosi. Mau tak mau gua memaklumi dia menyadari gua juga sama aja.

Pertanyaan seperti ini tidak boleh gue jawab dengan jawaban. Gue menjawab dengan pertanyaan.

"Apakah semua orang Kristen mengatakan Yesus itu Tuhan?"

Sebelum dia sempat menjawab dan membuat another scene putar-putaran seperti setiap kali gua ngomongin Tuhan, Tuhan menjawab.

Mati lampu.

Huahahahhahahhahaleluya.

Gue tertawa haleluya.

Tampaknya Tuhan juga setuju, gue tidak usah menjawab pertanyaan ini.

Di sela-sela kegelapan, si anak dan teman-temannya menghampiri gua, masih terus berusaha membela Tuhan.

"Kita perlu ngasih tahu ke orang Islam kalau Yesus itu Tuhan. Selalu itu yang sering dipakai untuk menyerang kita."

Gua cuma tersenyum dan berdoa.

Tak ada kata-kata yang bisa melembutkan hatinya. Apa pun yang gua jawab dia gak akan mengerti kalau Tuhan tidak perlu dibela.

Jadi gue berlalu tanpa memberi dia jawaban yang memuaskan. Dia harus disakiti, menyakiti, dan mengerti sendiri.

Gua turun, masuk mobil, dan menghidupkan mesin.

Dan lampu gedung menyala kembali.

Huahahhahahahha.

"Tuh kan. Gue bilang juga apa. Paling bener tuh Tuhan versi gua," kata Sali tertawa-tawa.

Bagi Sali, Tuhan bukan sutradara dan bukan arsitek. God is a comedian.

Comedy is all about timing. It's an art of kapan berkata, kapan diam, dan kapan menampar.

The timing.

The precision.

That's what makes a slap on Srimulat a comedy, not a tragedy.

As an epilogue to our todays comedy, panitia memberi kami amplop berisi 200 ribu rupiah.

90 ribu untuk tiket sunny dan jihan kembali ke jakarta.

"Sisanya cuma 110 ribu. Emang bisa buat makan-makan?"

Gampang.

Plan busuk 1: diam-diam tinggalin Jihan. Biar Jihan yang nambahin sisanya, berhubung dia paling kaya sekarang.

Plan busuk 2: Sali nggak usah makan.

Malam itu dihabiskan dengan makan malam penuh tawa bersama teman-teman Islamku yang tidak pernah menganggap Yesus Tuhan, tapi tetap disayang Tuhan.

Hampir tengah malam. Bon diberikan.

109 ribu. Sisa seribu untuk parkir.

Ternyata Sali yang benar.

God is a comedian.

Gue nulis apa ya hari ini?

"Tentang FFI aja," usul Cina Coon.

Seharusnya hari ini para pemenang citra diundang makan malam sambil membicarakan pembagian insentif. Dua jam menjelang acara, panitia membatalkan dengan alasan banyak yang gak bisa datang. Padahal gua udah terlanjur menunda keberangkatan ke Bandung demi memenuhi kuota kehadiran. Batal dapat insentif, gue malah dianugerahi hadiah menyetir Jakarta-Bandung di Jumat malam.

4 jam!

Lo kira gue gak ada kerjaan lain ?

Emang gak ada sih. But I don't wanna waste my time writing about some pejabat wasting my time.

Jadi gue nulis apa? Apa yang mengganggu gua saat ini?

My L world?

What L world? Nothing to tell about anyway. I never kissed a girl.

My L world started with a kiss on a cheek yang ternyata bukan sekedar cipika cipiki di belahan Amerika Utara. A 17 years old me was a homophobic, tight ass anak udik, delivered straight from a third world country, gak pernah tinggal di luar negeri, dan menyangka homophobic is the only right disposition .

The 21 year old me was a politically incorrect homophobic in the middle of free thinker North European where lesbian is legal.

"You'll never know you're gay or not before you kiss a girl," tantang Sophie yang pernah ama cewe dua kali, yakin banget dirinya gak lesbi, dan yakin banget all homophobics are homo in denial.

The 23 year old me was the best me I ever had. happy, positive, and ready to conquer the world. A good job, good money, good heart, and never insecure to tell a girl:

"Hey! Gue kayanya jatuh cinta ama lo. Tapi gue gak mau jadi cewe lo. Kita temenan aja ya... Tapi mesra doooooong."

Disambung dengan a life long relationship tanpa sentuhan fisik. Jadi tetep... I have no qualified lesbian episode to tell.

Apa dong yang cukup berharga untuk gue tulis hari ini?

Gimana kalau tentang seorang saira yang gak tau bedanya nanas, sirih, dan sereh. Gua disuruh jemput dia di gerbang tol kebun sirih yang hanya ada di imajinasinya. Sampai buta gua mutar-mutar ahmad yani, tidak ditemukan gerbang tol siluman ciptaan saira jihan.

Ternyata gerbang tol jatinegara.

"Maaf ya. Abisnya gua gak pernah nyetir," katanya tanpa perasaan bersalah, menambah kedengkian gua pada cewe-cewe cantik Jakarta yang punya list cadangan supir buat nganterin ke mana-mana.

Untungnya gue ditraktir nonton, jadi niat nyela-nyela dia di blog gua dibatalkan. Plus ditraktir Cina Coon makan gyu-something-don sambil melihat-lihat 50 most eligible bachelor versi majalah cleo.

"Ini Batak ganteng yang gue bilang ama lo," kata seekor belasteran kelinci yang tiba-tiba sudah terbang dari Tomang ke senayan city mendengar kata traktir.

Gue melirik foto saingan Cina Coon nomor something belas.

Ternyata gua gak suka pria-pria pamer dada. Walaupun doi bermarga.

Dilanjutkan dengan sesi obrolan gak penting menanti undangan FFI jam 7 (tentang saira yang ikut take a celebrity out bersama artis-artis terbang-terbang Indosiar, tentang Koh Sunny yang trauma dibohongi perempuan, dan tentang agnes monica yang nyebelin atau nggak), diselingi nonton angelina jolie, dan dilanjutkan dengan another sesi obrolan gak penting menanti 3 in one setelah tahu FFI dibatalkan.

Blasteran kelinci bercerita tentang teman chattingnya yang memenuhi semua kriteria calon suami: Cina, kaya, sekolah di Ostrali, cocok ama keluarganya, gua bisa nerima, dan bla bla bla yang bikin gua kadang lupa dia lagi ngomongin pacar, bukan piala.

Zzzzzzzzzzzz...

"Besok gue bikin blog khusus tentang lo deh. Biar lo ngeh cerita lo basi banget," kata gue berusaha menyadarkan kelinci.

"Dulu gua pernah suka ama orang, suka banget, bahkan gue yang nyatain. Trus ditolak, padahal aneh gitu. Tiap hari dia masih nganter jemput gue basket, baek banget ke gua, bla bla bla bla..."

Semua curhat pelan-pelan fade out.

Hening.

Track in...

Close Up ke hidung kelinci. Speed diturunkan.

Gak gerak.

Damn.

Dia gak boong. Dia emang suka.

Konsentrasi.

Gue mendengar detak jantungnya berhenti.

Matanya menatap lantai.

Hening.

Ludah ditelan, melewati kerongkongan.

Ternyata dia juga another mantan penasaran.

Ganti cerita ah. Yang ini terlalu adolesence untuk dituliskan, terlalu sakit untuk dilupakan.

Jadi gue cerita apa hari ini? Tampaknya tidak ada yang istimewa dalam hidupku hari ini. Selain jalan2 bersama 1 peserta take her out indonesia yang lampunya dimatiin ama christian bautista, 1 most eligible bachelor versi majalah cleo, dan 1 belasteran kelinci yang mengaku pernah masuk finalis model kawanku, hai, mode, anita atau something like them.

Tanpa gua sadari gua sudah menulis 2 halaman.

Terima kasih, Tuhan.

Kamis, 29 Juli 2010

Kota (?)

Kiri: Muara. Kanan: Bandara

Kiri. Kok malah keluar tol?

Anjing.

"Bang, ke tol merak ke mana?"

"Terus aja. Mentok belok kanan."

Terus.. terus... mana belok kanan???

Signage: Tol merak kiri.

Anjing! Ternyata kiri.

Masuk. Bayar 4000.

4 km kemudian: bayar 2000.

Bayar lagi. 7000.

Kiri: Tangerang. Kanan : Serpong.

Kanan=D

Buntu!#?! Kanan belum selesai.

Terpaksa kiri.

Serpong atau sumarecon?

Serpong.

Ternyata Alam Sutera. Salah jalan.

Terus... BSD Junction.

Putar arah. BSD Junction lagi.

Dua jam kemudian: masih BSD junction.

Anjingggggggggggggggggggg!

Telat datang 1 jam. Mungkin bukan nasib gue ngajar di sana.

Ternyata ditunggu. Presentasi lancar. Diterima.

"Dengan kualifikasi kamu, paling Rp 105.000 per sks."

Terserahlah. Asal uang transportasi 200 ribu sekali datang.

Lancar.

Tapi jalanan nggak.

Tol lagi.

Jakarta atau merak? Jakarta.

4 km kemudian : 4000.

"Mau ke Bunderan HI? Masuk tol Tomang aja mbak."

Kelewatan. Macet. Iri liat di tol kota lancar.

Semanggi belok kiri.

Ini gak ya kirinya? Kok gak ada signage-nya lagi?

Kelewatan.

Anjing.

Turun semanggi, naik lagi

Turun semanggi, naik lagi.

Turun semanggi... kembali menuju bundaran HI=D

Satu jam kemudian, baru bunderan HI.

Anjing!

Ketemu Batak ganteng bermata kelinci. Dia tanem bulu mata ya?

Balik ke Rawamangun berbahagia.

Hati-hati muter Bunderan. Polisi mengawasi, siap menangkap mangsa salah jalur.

Yeyyyy... lewat perangkap!

Masuk jalan diponegoro, eh apa hasanudin, eh apa ya? Pokoknya arah cikini. Terus aja.

Kebawa ke kiri.

Jalan apa ini? Kok sepi?

Anjing!

Untung ketemu Taman Ismail Marzuki. Tinggal lurus terus, menanti mentok biar belok kanan. Sampai deh salemba raya tercinta.

Sabar. Sabar. There is enough for all of us.

Sejam kemudian: masih di cikini.

Sabar. Sabar. There is enough for all of us.

Nyalakan radio, biar menikmati.

"...di istora. 36 abang none yang sudah terpilih dari 6 wilayah akan berlomba. siapakah yang pantas menjadi duta pariwisata jakarta..."

anjing! Siapa yang tega nyuruh wisata ke Jakarta? Ganti!

"...perda nomor 1 tahun 2001. Siapa yang membuang sampah di tempat ini akan dikenakan kurungan atau denda 5 juta."

Ganti!

"...Untuk menutupi biaya jaminan penggantian mobil hilang, parkir jakarta akan naik. Menurut gubernur, selain meningkatkan apbd, kebijakan ini akan mengurangi jumlah kendaraan bermotor terutama di daerah padat..."

"...Joki 3 in 1 tewas tertabrak busway. Tubuhya hancur beranta..."

Radio dimatikan.

Sabar. Sabar. There is enough for all of us.

Lampu berganti hijau. Tuh kan. There is enough for all of us=D

Mobil di depan tak juga maju. Terhalang kendaraan yang melintang dari arah kanan.

Anj.................

Hhh.

Tak lagi mampu berkata-kata.

Jakarta... jakarta.... masih berani mengaku kota?

Uang transportasi 200 ribu tidak akan cukup merehabilitasi jiwa yang tercemar lalu lintas Jakarta.

Selasa, 27 Juli 2010

History

"I would love to be one of the 10001. It's history!" katanya setelah gue selesai presentasi.

Lumayan. Kalaupun nanti perusahaannya gak mau jadi partner, setidaknya director-nya terrayu jadi 10001 EP.

9969 to go.

"We really don't mind if you later decide to go with the other company to screen your movie," kata salah satu programmer.

I know u won't. But I would.

I want to make a movie, make a profit, and I want to make it in a fun way. I don't want to waste my life copromising with a system that will only get me rich and miserable.

I want to be rich, happy, dan tentunya trendy.

Kompromi? Ntar aja kalau daya tawar gue lebih tinggi. Jadi tetep gak perlu kompromi=D

"We will get back to you as soon as we talk with the marketing and everything."

Please do. kata gue begging-begging dalam hati.

Dengan penuh percaya diri gue bermobil pergi. Inilah akibatnya kalau kerja pake hati. Belum disetujui, gue udah hepi. Teringat beberapa hari yang lalu gue harap-harap SMS, ketakutan.

Ketika asisten si Batak berdada bidang nelepon, gue langsung hepi.

Eh kebalik ding. Gue hepi dulu, baru si asisten berdada bidang nelpon.

I attract what I think.

Lalalalala...

La?

La gimana ntar kalau ditolak ya?

Apa gue begging-begging aja?

Fifty fifty gimana?

Kerja ama yang lain aja deh. Kayanya lebih berduit.

Lagak lo tuh. Siapa gue?

Lenyap all the hepi-hepi joy joy feeling, yang gue bangun berhari-hari baca buku tebal penyemangat hati.

Fear gets me in just a snap.

FEAR: False Emotion Appearing Real.

Emang kenapa kalau film ini gagal? Toh dunia tetap dunia. Edensor akan tetap tayang. The Bagindas akan tetap berkumandang. Lady Gaga akan tetap ngangkang. Cukup banyak seniman untuk dipuja dan dicela di dunia fana ini. Gak butuh film gua.

Damn.

Gue butuh J Co green Tea.

More! I need cappucino avocado, donut glazzy, dan penganan haram lainnya menurut fatwa Marie France.

Nyummmmm... nikmat surgawi.

Eat. Pray. Love.

At least I get the first step right;D Tinggal berdoa agar love come secepatnya to mama.

Now I have enough endorphin to make history.

No. Not history.

I have enough endorphin to make herstory.

And it starts with Miss Green Tea.

Senin, 26 Juli 2010

Ronggeng Dayeuh Kolot

Riana menyusui Goder. Si bukan perawan yang belum pernah beranak itu menemukan kenikmatan seksual lain di luar meladeni laki-laki berharta.

Marsusi duduk, menawarkan kalung berlian seperti punya istri Pak Lurah.

Riana tetap menggendong Goder. Mamah Ida menenangkan Pak Marsusi.

Anak muda memang gila. Bapak dewan uangnya banyak. Uang rakyat. Haram ditolak!


"Masa Riana dibandingin ama Srintil? Jauh!" kata si Mbak pemuja Ahmad Tohari, tak rela perempuan kebanggaannya disamakan dengan penyanyi dangdut korban popularitas TV.

Inilah akibatnya kalau membiarkan Sali ngedit sendiri, sementara gue bertamasya ke Dukuh Paruk melalui kata-kata Ahmad Tohari. Berkenalan dengan Srintil kecil yang gemar maen dengan anak gembala dan menyusui bayi.

Mata membaca, kuping dengerin editan Riana. Wajah Srintil berubah menjadi seorang cewe Sunda baru haid 5 bulan yang menyanyi menggoda.

"Ayo bang... Silahkan dibelaaaacch..."

Today I learn sebuah ternyata akibat belum selesai membaca, sudah menyimpulkan.

1. Ternyata gue belum mengerti manusia.

Srintil kecil memang mirip dengan Riana. Tapi Srintil pasca jatuh cinta sangatlah berbeda, lebih madonna. Perempuan-perempuan yang tahu bagaimana caranya menjajah laki-laki.

Riana... bahkan nggak tahu maunya apa.

Dia cuma seorang anak berbakat tanpa visi dan mimpi menjadi besar, dikelilingi berbagai jenis seniman gagal, sehingga mimpinya adalah mimpi sekitarnya.

Masuk TV. Nyanyi. Inul. Pacar kaya. Mobil APV.

Patah hati.

Mau jalan ke mana? Adakah jalan lain selain bernyanyi?

Riana. Ronggeng bertalenta tanpa wibawa. Tinggal menunggu waktu sampai dia jadi istri ke dua.

What?

Jangan.

Gua bukan Mesias. Bukan penyelamat dunia. Bukan penyelamat Riana. Cuma seorang sutradara kecil yang tak boleh banyak campur tangan agar karyanya lebih ...

lebih...

lebih apa?

"Tujuan lo tuh mau ngomong apa sih?" kata produser mengendus kebingungan gua. Footage 55 menit menghibur untuk ditonton, tapi gak jelas ngomong apa.

Biasalah sutradara muda. Banyak kemauan, minim kemampuan.

Gua mau ngomong apa? Gue megap-megap berusaha keluar dari kenyataan 85 kaset kehidupan Riana.

Takut merusak masa depannya.

Takut mereka kecewa.

Monyet. Dokumenter itu shootingnya bahagia, ngeditnya sengsara.

"Lo liburan dulu deh. Ntar minggu depan baru lo ngobrol ama editor," kata produser.

Yey! I am up for that.

Mari kita lanjutkan baca Ronggeng Dukuh Paruk.

Srintil duduk melihat anak Sentika. Ternyata kurus, tidak seperti Tri Murdo. Riana tidak habis pikir ada pemuda yang masih main burung kec... waaaaaaaaaaaaa!

Kok Riana lagi?

Gue kembali mencoba membaca, fokus ke Dukuh Paruk. Lupakan Dayeuh Kolot.

Sentika, Kartareja, Srintil, Madonna...

Hari ini gue belajar sebuah ternyata:

1. Ternyata gue belum mengerti manusia.


Setelah mulai mengerti manusia, gua merinding menyadari ternyata ke dua:

2. I have them all within me.

Sabtu, 24 Juli 2010

The Art of 'I Don't Give A Damn'

"Apa tujuan mbak menerbitkan buku ini?"

Pertanyaan klasik launching.

Jawaban si mbak penulis bergema akibat audio Cina. Kayanya gak jauh-jauh dari 'ingin berbagi pengalaman', 'menghantarkan sebuah pesan', bla bla bla.

Nyerah menafsirkan gema.

Kami bikin diskusi sendiri. Dimulai dari si Lumba-lumba berjilbab biru: bagaimana caranya menulis, menambah another 'pengen jadi penulis' in the list of everyone I know.

"Yang penting jujur," jawabku seakan-akan gue tahu gimana caranya mentang-mentang menang satu piala.

Ternyata dia tidak ingin menulis. Dia ingin diterbitkan. Jujur saja masih kurang.

Published or not published. It is the question.

Lo belum penulis kalau belum diterbitkan.

"Terbitin on demand aja. Sapardi aja on demand," kata another teman.

Haruskah tulisan diterbitkan?

Writing is an art of 'I don't give a damn'. It was supposed to be fun. Do you even have time give a damn about this 9W 1H?

"Gue suka banget blog lo. Story telling lo fresh banget," kata another teman.

Now I started to give a damn.

I might be a much better writer than I really am.

Gue mulai merekayasa...

Berusaha menulis cantik...

mereka bakal suka gak ya?

and there goes my damned 'I don't give a damn'.

This is another hopeless suffering of me trying too hard: the worst enemy of writing.

Damn.

So much that i appreciate all your attention, my friend, I just don't give a damn.

Gue ngin menulis cerita seindah seniman-seniman pujaan gua. About all the important stuffs of the world: cinta, harapan, dan hamster tetangga.

It all starts with 'I don't give a damn'.

Menang piala, masuk KLA, diterbitkan... I don't give a damn.

Published or not published, I don't give a damn.

I am a storyteller.


Ayo, lumba-lumba. I am waiting for your 'I don't give a damn'!

Dan tiba-tiba semua penerbit ngantri nerbitin kita.

Salah satu pembaca akan bertanya:

"Apa tujuan mbak menerbitkan buku ini?"

Pertanyaan klasik launching.

Jawaban kita bergema lantang:


"Agar bisa bilang 'I don't give a damn' dengan bangga."

Rabu, 21 Juli 2010

Harap-Harap SMS

"Hi. Saya Sammaria, sutradara cin(T)a. Saya sedang bikin film ke-2 dan agak ilfeel dengan kompetitor anda yang belum apa-apa udah minta setoran. Saya ada konsep agar film saya diputar hanya di bioskop anda dan kita tetap kaya raya. Kalau anda ada waktu, minggu depan kita boleh ketemu? Terima kasih sebelumnya."

Itu isi SMS gua kemarin ke salah seorang Batak berdada bidang yang belum gue kenal. Hari ini belum juga dibalas.

Dia udah baca belum ya?

Apa dia lagi di luar negeri?

Mungkin yang megang HP asistennya?

Dan dilanjutkan dengan sesi mengutuki diri.

Gue kurang sopan apa ya?

Kita tetap kaya raya? What kind of sentence was that?

Apa gue tanya boleh nelpon dulu gak ya?

Inilah akibatnya kalau kerja pake hati. Rasanya lebih deg-degan daripada nungguin SMS pacar.

Pengalaman gue bekerja dengan mereka di film pertama sangat menyenangkan karena mereka sangat membantu gua yang bukan siapa-siapa. Bukan salah gua kalau gua jatuh cinta dan berharap bisa mengarungi kebangkitan film Indonesia bersama-sama.

Padahal bisa saja gue pindah ke lain hati, ke bioskop sebelah. Tinggal SMS tanpa perlu deg-degan. Hanya perlu membayar setoran ke manager untuk sekedar sebuah pertemuan.

Lebih baik aku sms dia lagi.

Mungkin gue akan ditolak, tak dibalas, diacuhkan dan segala atau lain yang membuat gue hampir memilih the path of least resistance.

Tuhan, kalau dia memang jodohku, dekatkanlah. Kalau bukan, tolong rayu agar dia mau mendekat.

Amin.

Selasa, 20 Juli 2010

27 club

"Lo masih perawan?"
"Menurut lo?"
"Mmmm... masih."

Damn. Sejak kapan jadi perawan di negeri ini jadi begitu memalukan?

"Abis gue gak pernah liat lo jalan ama cowo."
"Bisa aja ama cewe."
"Mmmmmm..." Dia mengamati gue lebih seksama. "Masih."

Berlalu sudah hari-hari di mana gue bisa dengan bangga berkata gue masih perawan. The days when I was forever 21.

Today is the day when being a virgin berarti lo gak laku-laku.

Gue langsung menyekap abang-abang terdekat, and get him to fuck me.

Ugh... ugh... ugh...

Untungnya gua masih berbudaya. Gue duduk manis di sana, mendengarkan dia menganalisa.

"Kayanya lo gak bakalan kawin deh. Abisnya kayanya lo terlalu bahagia sendirian. Independent."
"I don't mind ditemani lho."
"Kayanya cowo susah nemenin lo."

Siapa yang butuh ditemani? Gue cuma butuh ditiduri.

Ugh... ugh... ugh...

Untungnya gue masih berbudaya. Gue menjawab dengan harga diri seorang perawan tongtong.

"Masa sih satu aja gak ada yang kuat? Gue cuma butuh satu kok, gak butuh semua cowo di dunia bisa tolerate gua."

Kata gue menebar konsep utopia, di mana ada seorang lelaki yang cukup kuat ditinggal-tinggal gua, dan cukup kuat mengangkat gua to our four poster nirvana.

Gue coba menyalahkan orang tua. Mungkinkah gue gak berhasrat menikah karena gak pengen jadi kaya mereka?

Lalu gue menyalahkan dunia. Mungkinkah gue tak berhasrat menikah karena gak pengen basi kaya pasangan lainnya?

Lalu gue menyalahkan masa remaja. Mungkinkah gue tak berhasrat menikah karena trauma ditolak dia?

Lalu gue menyalahkan marie france. Mungkikah gue gak berhasrat menikah karena body tak kunjung biola?

Lalu gue menyalahkan usia. Mungkin ini ulah hormon usia 27, yang merongrong gue untuk mendefinisikan sebuah identitas.

Siapa gua?

Udah ngapain aja gua?

Aw I worth living?

"Usia 27 itu gue paling chaos. Tiba-tiba pengen berhenti kerja, pindah kota, tanpa jaminan yang jelas. Temen gue yang paling kulkas sampai ngelus2 kepala gue... kayanya kasihan liat gua." kata Sali.

Tapi untungnya bagi Sali, hormonnya membawa dia ke Jakarta, bertemu dengan Aji, si pengisi hidupnya. Sekarang hidup sali (dan kuping kami juga) dipenuhi aji aji dan aji.

Kurt Cobain, Jim Morrison, dan lain-lain tak seberuntung Sali. Mereka akhirnya bunuh diri dan bergabung menjadi anggota 27 club.

Sudah 56 hari gue berusia 27. Gue masih punya 309 hari untuk menentukan gue akan bergabung dengan 27 Club atau dengan Sali.

Is life really about menanti Aji?

Ugh... ugh... ugh...

Untungnya gua masih berbudaya. Ugh ugh ugh gua tunda sampai gua sendirian di sana.

Berbudaya tapi sengsara... sampai kapan aku terus merana?

Sampai casting berikutnya tentunya =D Selama mentari masih indosat, dan telkomsel belum sepenuhya singapura, aku akan tetap menantimu hai lelaki berdada bidang dan bertulang rusuk yang hilang.

I'm yours.

Minggu, 18 Juli 2010

Bali, Bandung


Akhirnya pulang juga...

Meeting Senin ini TIBA-TIBA dibatalkan karena si produser TIBA-TIBA harus shooting video klip, dan gue cuma sutradara nestapa yang tak punya suara membantah semua TIBA-TIBA ini.

Gue pundung, mengungsi ke Bali.

Baliku bukan nun jauh di sana, di mana si pretty woman makan, berdoa, dan bercinta. Di mana Yasmin Ahmad menulis semua skripnya. Baliku ada di sini, di pengkolan sebelah SMA.

Di Jalan Bali, Bandung tercinta.

Sudah lama tidak menikmati indahnya nyetir tanpa AC dan segarnya menghirup udara Pasteur. Jakarta is hell compared to Bandung. Kecuali akhir pekan tentunya, karena semua penghuni neraka pada tamasya ke Bandung.

Walaupun di luar tol gue langsung disambut billboard besar bapak walikota dalam baju dinas putihnya lengkap dengan berbagai tanda jasa. Seakan-akan senyum di wajahnya akan mampu meningkatkan tingkat kedatangan para turis dan biaya majang senyumnya lebih murah daripada memperbaiki jalan bolong-bolong se-Bandung raya.

Tapi senyum bapak walikota tidak membuatku kurang mencintai Bandung mengingat ritual tiap pagi di Bandung:

- Bangun pagi, langsung melatih jantung memakai sepatu jogging pink ungu-ku yang sudah lama tidak diajak berlari
- Masih keringetan, pijit seluruh badan di Jarima (Jari-Jari Mantap)
- Sarapan roti bakar (plus bubur ayam) Mau nambah kupat agak malu karena bau minyak GPU
- Mandi wangi di shower air panas dan melintasi kamar tanpa busana
- Nyamperin Mak gondut di kamarnya untuk konsultasi teknologi: bikin file word mak gondut jadi rata kanan kiri, dan sign in account facebook mak gondut
- mengangguk-ngangguk seakan ngerti pas Mak gondut curhat panjang lebar.

Sudah 3 bulan ini Mak Gondut takut ke mana-mana, ngeri dijambak ama adiknya. Mak Gondut dituduh menipu duit adiknya dan ada maen ama suaminya.

What?

Stranger than fiction.

Emang gue curiga gue nih ada keturunan gila. Makanya harus rajin berdoa setiap pagi biar gue tetap tampil cantik jelita mempesona dan menjauhkan gen-gen gila dari penglihatan calon suami potensial. Biarlah nanti saja dia tahu kalau sudah terlanjur cinta gua.

- berdoa, zzzzzzz... malah ketiduran. Ganti bernyanyi dan baca mazmur. Agar kulit tetap bercahaya dan suara tetap mempesona.
- ngebalesin email, tapi Mak Gondut sambung curhat lagi sepanjang masa.

Curhat ibu kepada beta ... tak berakhir sepanjang masa
Hanya didengar, tak harap mendengar
Bagai DPR menyikapi dunia


"Anggap aja ini berkat Tuhan biar mami gak sombong," kata gue memotong.

Dor!

Sehabis itu Mak Gondut gak curhat lagi. Males dikotbahin gue.

Gantian papi yang kena tulah sementara gue makan ikan teri balado porsi ke dua yang disambal bersama terong full bawang.

Muka papi terkesan mendengarkan, berkat latihan bertahun-tahun dalam bahtera perkawinan.

Semoga bokap gue dikaruniai umur panjang =D

Sabtu, 17 Juli 2010

karakter ke (T)iga

cin(T)a adalah kisah cinta segitiga antara cina, annisa, dan (T).

(T) adalah karakter yang paling sulit digambarkan. Every religions tried to describe Him. Every art tried to figure Him. But nothing is really like Him... or Her.

(T) ini sangat subjektif.

Karenanya gue datang dengan konsep menjadikan POV penonton sebagai POV karakter ke tiga : (T).

Kami mungkin salah. Tapi karena kami yakin Tuhan itu maha pengasih dan maha pengampun... kalaupun kami salah, kami tidak akan dibinasakan, kami memberanikan diri keluar dengan konsep ini.

Reaksi penonton terhadap film cin(T)a menggambarkan definisinya sendiri tentang (T).

Setiap gue salah, (T) terbukti selalu kreatif mengingatkan gue untuk kembali ke jalan yang benar. Dia selalu punya cara yang lucu dan original: bisa melalui angin, melalui hujan, melalui matahari tenggelam, bahkan melalui Tina Arena.

Kali ini (T) memilih melalui IMDB.

Pemeran cin(T)a di IMDB tiba-tiba bertambah tiga.

IMDB ini adalah situs database film paling terpercaya di dunia. Tidak semudah itu menambahkan pemeran ke dalam list-nya.

Si pemeran ke-(T)iga ini muncul di atas nama Sunny Soon dan Saira Jihan, seakan-akan menegaskan kalau dia lebih penting dari dua karakter lainnya.

Ini wahyu. Sebaiknya gue langsung bertobat. Kerajaannya sudah dekat.

Si (T) sepertinya berhasrat ngeksis di film ke dua. Bisa-bisa supply nasi goreng maling dan udang sereal berkurang bagi sutradara.

Demi (T), script Demi Ucok langsung gue revisi agar bisa bertambah satu karakter.



(T)ukang Baso - Sahat Gultom.

25th EP

Mereka bilang dia monyet.

Ternyata dia seorang nenek seksi beranak cina dan bercucu cina.

"Setidaknya anak lo gak cina , jadi gue bisa bawa cucu jenis lain ke kuburan babe," katanya kepada sang adik yang tak kalah seksi, mengenang salah satu sutradara terhebat Indonesia.

Gue cuma tertawa-tawa, bersukacita bisa berada di antara manusia-manusia yang bisa berkata-kata cina tanpa terasa menghina.

"Lumayan kan duitnya buat susu cucu," kata si nenek seksi mengawali diskusi bagaimana caranya 'memperjuangkan' insentif para pemenang piala.

Tak heran dia susah payah mengumpulkan kami semua. Si nenek pialanya dua. 2x 20 juta.

"Sutradara dapat 50 juta," kata DoP terbaik yang menang piala tiga kali.

Si nenek seksi tambah semangat. 50 + 20 juta bagi 2.

Enough susu buat si cucu.

"Ini bukan masalah uang. ini masalah hak!" kata sutradara terbaik berpiala dua, berinsentif 100+50 juta.

Gue cuma duduk di sana, senyum-senyum bahagia.

Tadinya gue udah males dateng ke pertemuan ini. Gue kira cuma gue filmmaker nestapa yang butuh 20 juta. Yang lainnya udah pada kaya.

Ternyata mereka juga tak gengsi ikutan nestapa.

Norak deh gua. Gua senyum-senyum bahagia karena gua duduk tertawa-tawa bersama sutradara terbaik, DoP terbaik, art director terbaik, editor terbaik, sound designer terbaik, scoring terbaik...

Jadi lupa gua butuh 25... eh 20 eh berapa sih insentif gua?

"Ini sammaria dan lisa mau pulang dulu," kata si nenek seksi.

Males pulang. Pengen stay lebih lama mendengarkan mereka. Tapi gue terlanjur janji mengantar Lisa, si penulis skenario terbaik, pulang ke rumah emaknya.

"Kalau ada proyek, ajak-ajak aja," kata si DoP berpiala tiga.

"Gak mampu bayar, bang."

"Tenang aja. Mereka baek-baek kok," kata si nenek seksi membela.

"Mereka ini lagi mau bikin film nyari 10 ribu orang buat eksekutif produsernya," sambung si nenek seksi pada adiknya.

"Oh ya? Udah kekumpul berapa?"

"Dua puluh lima." jawab ku bangga.

"Duapuluh lima ribu? " tanyanya takjub.

"Dua puluh lima orang," jawabku tetap bangga.

Tinggal nyari 9975 orang lagi biar gue bisa bikin film gue.

"Film kita!" seru si nenek seksi yang resmi jadi EP ke - 25 dan mulai menancapkan kuku-kuku kepemilikan pada film KAMI ini.

The destruction of indie movie starts with a film by.

The rise of it starts with "a film by 10001 EP".

Kamis, 15 Juli 2010

Kidung Agung

OTHERS

We have a little sister
and she has no breasts
What shall we do for our sister
on the day when she is spoken for?

If she is a wall,
we will build on her a battlement of silver
but if she is a door
we will enclose her with boards of cedar

But she is a 20th century 'tutup gelas'
so we'll just take her to wacoal
and get a push up bra

so when the groom finally reveal her at night
It's no longer our problem

Barang yang sudah dibeli tak bisa dikembalikan=D

HE

Then what about the other little sister?
Her breast can confuse you with a mountain
And her belly ... an upside down lake
And she looks nothing like that waka-waka baby

SHE

Tuhan,
Terima kasih atas perutku yang besar
Jadi dadaku gak terlihat melimpah ruah

Dan terima kasih atas dadaku yang melimpah ruah
Jadi perut besarku tak terlalu menonjol

Amin
=D

Rabu, 14 Juli 2010

Mantan-Mantan Penasaran

"Sebelum nikah dia nanya ke gue: Lo suka gak sih ama gue?"

"Trus lo jawab apa?"

"Ya nggak."

"Kok dia bisa nyangka lo suka ama dia?"

"Mungkin karena gue mau diajak-ajak berdua."

"Tapi lo nggak suka?"

"Ya temen doang."

Ini cuma salah satu kisah pria-pria penasaran yang mendatangi dia. Nggak banyak banget kok. Tapi nggak habis-habis diabsenin satu-satu sepanjang jalan Tomang-Cipete.

Zzzzzzzzzzzzzzzz.

Ok. Dia emang cantik kata Martha Tilaar. Dan kalau boong, hidungnya gerak-gerak sebelah, lucu. Kaya kelinci ngemut rumput. Fun to talk to. Laugh at your jokes. Dan bla bla bla lain yang bikin lo berharap she thinks about you the way you think about her.

But you should know better, guys. Bego.

Can't you see that she doesn't wanna be with you? She is simply a nice friendly cute girl who would not mind doing stuffs for her friends. It doesn't mean she loves you.

And my mind think about someone I know who is more stupid than those guys.

Me.

Only when it comes to you. My IQ is 161 when I am not with you.

Am I just another one of your 'mantan-mantan penasaran'?

Are u out there somewhere telling your friend that you never really were in love with me?

Knock! Seorang pengemis berbayi nemplok di kaca mobil gue.

Gue menempelkan tangan kanan di kaca, tanda tidak. Gue lagi nelangsa nih. No time ngasih lo receh.

Where were we?

Oh iya. You are out there in your car, telling your friend you were never in love with me...

Still I don't believe you. I always believe that you love me. It's other things that make us can't never be together.

"Abis dia nggak cina," kata si belasteran kelinci di sebelah gue, mengisahkan another mantan penasaran.

Me? I am not even your mantan.

How can I let go someone I never have?

Maybe it will be easier if I did have you. Then I can tell the world you are a lot better in my imagination. I only remembered the good part of you, and not the bad part. That's why I am still in love with you. And all those other lines I quoted from (500) days of summer.

Knock! Pengemis masih usaha. Bayi nangis.

Tai! Nggak tau apa lo gue lagi jatuh cinta?
Cinta memang kejam. Tak mengenal permintaan. Kalau saja gua bukan...

Knock!

Alright! Nih gue kasih duit. Tangan gue keluar memberi si pengemis duit.

"Gak kebanyakan?" tanyanya nyinyir. Ternyata gue cuma ngasih cepek.

Dan gue kembali ke Indonesia, meninggalkan lo di sana, in that weak vulnerable corner no other can enter.

Berniat ngasih si pengemis lebih banyak, tapi terhalang amarah dan jarak karena si pengemis sudah ke mobil selanjutnya.

It seems that we have more things to think about in this miserable country other than cinta.

God, I need some dose of Jason Mraz, so I can do other things other than thinking about you.

Cinta bertahan karena ada harapan. Sisanya cuma impian.

Selasa, 13 Juli 2010

Menanti Rotan

"I hadd been in thiz buzineezz forrr forrttty ttwo yearrrzz, bud I zee no zolllution."

Ruangan Sumba di hotel bintang lima itu digelegari logat India. Setelah salah satu pejabat pemerintah selesai presentasi indah, kepahitan si produser tak tertahan lagi.

Si pejabat bilang industri kreatif di Indonesia menyumbang 6.3 % GDP kita. Kok lo bisa tahu? Data penonton film aja gak pernah bisa dikasih ama pemerintah kita, padahal data ini bisa dipakai film professionals memperkirakan jumlah penontonnya.

"I'd better speak up, cause only crying babies get milk."

Now it's getting interesting.

Watching this baby crying is a lot more fun daripada nonton film bikinan doi. Berkat provokasi doi, diskusi menjadi lebih tidak orde baru. Dari pagi sampai sore, gue dibekali berbagai info first hand betapa busuknya industri film kita.

Bioskop kecil menegeluh harus tutup karena supply film kurang.

Produser film mengeluh jumlah screen kurang.

Dan dengan gagah perkasa, pemerintah menargetkan 200 film di 2012... tanpa usaha menambah jumlah layar atau merangsang lebih banyak lagi produksi film.

Zero!

Salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas film adalah bikin seminar kaya gini. Susah payah pemerintah mengundang banyak manusia WIPO dengan rate dollar di sebuah hotel berbintang lima di jakarta untuk mencerdaskan kami _ bukan untuk sekadar bikin program asal ngabisin anggaran tahunan lhooo _ tanpa peduli abis makan siang, peserta sudah berkurang setengahnya.

Dan gue jadi bertanya-tanya kenapa?

Apa tak lebih baik duit ini dihabiskan untuk memberi gue 25 juta, seperti yang dijanjikan padaku setelah menang citra. Gue & teman2 yang dimotori djenar udah melayangkan surat mempertanyakan hadiah ini. Filmmaker nestapa kaya gue ini butuh banget Rp 25 juta. Untuk sekadar bertahan hidup atau memperistri i mac ke dua.

Tapi janji tingal janji, 25 juta hanya mimpi.

Zero!

Untung hari ini diakhiri presentasi wahyu aditya. Idenya nggak baru. Patungan bikin film. Udah biasa banget di amerika.

Sounds like my 10.001 executive producers.

Damn. Apa ada yang ngeduluin gue di Indonesia?

Ternyata nggak. Wahyu Aditya cuma mencontohkan beberapa cara yang dilakukan filmmaker indie amerika, ngumpulin duit lewat internet.

Gue gak perlu panik, harusnya bersyukur masih ada beberapa pemuda yang belum terjamah pahitnya kehidupan.

The world have enough penonton untuk dibagi. Kalau yang bikin film gue doang, nanti blitz malah bertutupan karena supply film kurang.

Dan pembuat film mengeluh jumlah screen kurang.

Dan target pemerintah 200 film di 2012 tinggal impian.

Lingkaran syaiton!

Apakah 42 tahun dari sekarang gue akan marah2 mengutuk pemerintah setelah pahit malang melintang di dunia perfilman yang katanya kelam ini?

Jangan ah.

Semoga 42 tahun lagi gue sudah bikin beberapa film terbaik versi gua, hidup kaya raya, dan sebelum mati masuk surga gue bisa berkata lega kepada generasi muda:

Tiada rotan, akar pun jabi.

Minggu, 11 Juli 2010

The Art Of Denial

Resep menjadi manusia utuh dan bahagia menurut Scott M. Peck (dan Diana Nasution): katakan... katakanlah sejujurnya.

Menurut Scott M. Peck di bukunya "The Road Less Traveled", psychiatrist bisa jadi pilihan yang aman untuk memulai latihan "katakan, katakanlah sejujurnya". Berhubung aku masih merasa orang termiskin di dunia yang penuh derita bermandikan air mata, I cannot afford a psychiatrist.

Writing a blog is cheaper. So I will start by writing a more honest blog. Sudah seminggu ini gue rutin menulis blog, dan gue merasa jauh lebih hidup. Jangan-jangan passion hidup gue adalah menulis blog, dan bukan skenario film.

Atau nulis blog jujur setiap hari adalah latihan gue agar terhindar dari menulis skenario-skenario pembenaran tanpa jiwa.

"Making a movie is like standing naked in front of people," kata mas Gondry.

Selama gue gak berani memaparkan kebahagiaan, kegelisahan, ketakutan, dan kekecewaan gue sejujurnya kepada dunia, film gue gak akan pernah berasa. And I don't wanna spend years of my life making that kind of movie.

I wanna be the Jason Mraz of movie making.

Lebay deh gue. Yang baca blog ini kan cuma Danti, Ratie, Winda, (dan gue tau yakin dini, chica, dan sunny juga diam2 membaca). Apapun yang gue tulis, mereka terlanjur cinta gue. Jadi gak mungkin mengutuki =D

Yakin?

Nggak juga.

Tapi gue tetap nekat menulis walaupun dengan resiko dikutuki. Because I believe only truth and truth alone yang akan membiasakan diri gue menulis cerita yang lebih bermakna, menjadikan gue manusia yang lebih bahagia, dan tidak membingungkan generasi setelah gue dengan berbagai norma yang tak pernah gue rasa.

Today I walk the road less traveled, the road of "katakan, katakanlah sejujurnya".

I hope we will meet each other in the end.

Eitttt... gak jadiiii ah!

Gimana ntar kalau emak gue baca? Gimana kalau bokap gue kecewa? Generasi mereka kan terlalu tua untuk berubah dan menerima kalau bla bla bla bla bla bla.

Setidaknya gue jalan-jalan ke Circle K masih pake baju. Hihihi =D

Sabtu, 10 Juli 2010

2 Weddings & A Funeral

Acara yang paling males dia datangi: wedding.

Susah nyari baju. Males dandan. Susah nyari kado. Males ditanya kerja apa, sama siapa, dan kapan nyusul. Ketemunya teman yang itu-itu juga.

Apalagi 2 di hari yang sama.

Hari itu dia berdiri di pinggir kolam renang yang sudah diapungi lilin sana sini, menyaksikan Windy menaiki podium yang sudah direkayasa agar terlihat musim semi, diiringi lagu glenn fredly, ketika HP-nya berbunyi.

Terputus-putus terdengar isak tangis Yuni diselingi sesekali kata Iyan.

Mengertilah dia kalau Iyan sudah berpulang. Katanya jantung. Katanya paru-paru basah. Katanya ginjal, dan segala macam katanya lain yang seharusnya bukan masalah di usia menjelang 27.

Tring!

Windy mengangkat gelas, mengajak semua toast untuk kebahagiaannya.

Dia kembali mengantri lobster saus jamur. Semua teman yang sesaat tadi terlihat sedih pun kembali mengantri lobster dan makan dengan lahap, sebelum kemudian mengantri ribs eye roll.

Jangan telalu kenyang. 1 more wedding to go.

Sampai di Taman Mini, sudah jam 10 malam. Terlihat inang Batak terakhir membawa bungkusan hidangan penghabisan. Untung masih sempat cipika cipiki dengan Linda-Bona yang sudah buru-buru mau malam pertama. Mereka cuma punya waktu 2 jam sebelum petandingan Jerman -Hungaria.

Last destination: funeral.

Dengan pelicin beberapa lembaran biru, mobil kami dipebolehkan masuk menyampaikan salam terakhir sebelum jenazah diterbangkan ke Jambi.

Peti yang konon berisi jenazah Iyan ada di sana. Tergeletak di antara kiriman bawang bombay, sayur mayur, dan berkotak-kotak entahlah di terminal kago garuda.

Dia mencoba melongok di antara kerumunan teman yang terlihat sedih. Hanya terlihat kain putih dan rajutan jerami. Nggak ada Iyan.

Pelan-pelan dia menghilang dari kerumuman teman. Dia merasa berdosa karena tidak bisa merasa sedih. Lebih baik diam saja, daripada melanggar kesopanan.

Kok dia bisa gak sedih?

Come on! Ini Iyan.

Iyan!

Iyan, goblog!

Kok lo bisa-bisanya gak sedih?

1) karena Iyan masih di bandung, siap bertemu di acara kawinan berikutnya.
2) Ntar kan ketemu lagi. Waktu kita juga gak lama lagi.
3) She is simply a selfish insensitive bitch.

Hari itu dia tidak lagi malas datang ke nikahan. Karena ternyata ketemu teman yang itu-itu juga harus dirayakan selama masih sempat.

Iyan, sampai bertemu lagi di nikahan berikutnya.



Dan air mata menetes dari matanya.

Jumat, 09 Juli 2010

maen PS

Dini punya hobi baru, maen PS.

PS ini adalah mainan terlarang yang baru halal setelah akad nikah Dini dan Soni. Selain main PS, hobi tambahan lainnya: mencari kamar hotel murah dan kedap suara di berbagai kota di pelosok Jawa.

Hobi lain sebaiknya tidak gue tuliskan karena membuat gue semakin horny.

Tapi gak jadi horny mendengar teriakan putus asa dari kamar bawah.

"Mana pacar kauuuuu? Si Boy itu ajalah ama kauuuuu," sungut Mak Gondut di pagi hari setelah 14 hari tidak ketemu anak bungsunya ini. Untung hari ini gue udah harus balik ke ibu kota.

Gue jadi mengingat-ngingat kapan terakhir kali gue suka ama cowo.

2004! damn. Udah 6 tahun sejak terakhir kali gue panas dingin menghindari ML.

Despite how desperate I should be, I think I am the second happiest girl on earth, setelah colbie calliat tentunya.

Contohnya hari ini. Salah satu sahabat gue akan menikah.

"Nikahnya sederhana, jadi gue nggak ngundang banyak orang." kata doi.

Gue akan ke nikahan SEDERHANA di salah satu hotel empat musim berbintang lima di Jakarta ini bersama seorang Cina ganteng pemenang kuis Ac facebook dan 50 most eligible bachelor versi majalah cleo.

Sehabis itu gue akan ke nikahan teman lainnya ditemani seekor hiu baik hati bernama bukan lenny.

And I am wondering why I am not desperate?

Tapi tetep... pengen maen PS juga;D

sadis.

"Sadis!"

jawab salah seorang teman yang sudah malang melintang bikin berbagai behind the scene film ketika ditanya apa pendapatnya tentang shooting di Indonesia.

Sebulan penuh tanpa aktivitas lain selain shooting dan tidur dengan bayaran gak seberapa.

Adakah kata lain yang lebih tepat selain sadis?

Dia menggeleng. Kupingnya yang bolong 2 senti ikut goyang kanan kiri.

Terlambat 3 tahun untuk mundur dari dunia kelam perfilman Indonesia yang ternyata sadis ini. Aku sudah terlanjur resign.

Bisakah kita shooting tak sadis?

Teringat aku behind the scene seorang filmmaker Malaysia yang selalu shooting di sebuah kota yang jauh dari ibu kota. Semua kru terlihat bahagia. Membuat gue mengira theirs is the best job ever. Mungkinkah itu akting belaka?

Ngapain lo susah-susah ngabisin 2 tahun hidup lo bikin film yang cuma bikin lo berasa di neraka dan mati batal masuk surga? Paling yang dapat nama besar dan kebahagiaan cuma sutradara.

Karenanya, gue merevisi skrip demi ucok. Semua scene dan shot extravagan dan all those little darlings yang membuatku terlihat seperti sutradara hebat tapi nggak menunjang cerita terpaksa gue relakan.

Biar suatu saat nanti gue bisa hidup bikin film setahun satu, dan mati bahagia setelah 6 karya. I will be the happiest dead woman kalau udah bikin karya kaya dia.

Atau kalau diijinin, mati setelah 10 karya juga boleh.

Atau 20 deh.

Atau 30.

Atau 1 film?

Gak apa-apa. Cause it all amounts to nothing in the end.


ps:
Asal matinya ditemenin Jason Mraz. Huehehhehehe=D

Rabu, 07 Juli 2010

12 km/ Jam

Rekor!

Gue bisa tahan 12 hari di Ibu Kota. Gue teruji nyetir 5 jam sejauh 70 km setiap hari. Mostly Rawamangun - Warung Buncit, mengunjungi produser gue yang cantik jelita tapi bloonita. Cong!

Susah-susah gue sebrangi Jatinegara, Pancoran, dan Simatupang sejauh 30 km buat ke kantor doi... cuma untuk balik lagi nyeberang pancoran, jatinegara, dan akhirnya Ancol.

Untung doi mau ngenalin gue ke seorang Batak ganteng berdada bidang, jadinya perjalanan ke Ancol di jam pulang kantor jadi lebih termaafkan dan produser batal gue makan.

"Single? " tanya si Batak ganteng.

Aku mengangguk malu-malu. Geer.

Ternyata doi udah beristri.

Inilah akibatnya kalau gak pernah nonton TV. Tertinggal gosip infotainment masa kini.

Doi malah mangggil salah satu kru untuk moto gue. Kayanya doi mau masukin gue jadi peserta di acara cari jodoh TV yang di-host doi.

Geer lagi. Fotonya rame-rame.

Lumayanlah. Setidaknya wajahku jadi menghiasi salah satu koleksi foto di BB doi.

Setelah itu gue ditinggal ngobrol dengan om manager, karena doi harus ngebut shooting si kuis cari jodoh yang tak juga kehabisan peserta di episodenya yang ke 200 sekian.

Ternyata banyak sekali jomblo di negeri ini. No wonder ai masih sendiri.

"Peer kalian sekarang, bikin film cerita yang pemerannya Batak ganteng tadi," katanya menangkap basah binar-binar mataku mengagumi doi di set. Tetap ganteng walau dengan bedak 5 inci.

"Lha ini kan kita lagi nawarin."
"Jangan cameo. Pemeran utama."
"Dua tahun lagi ya , Mas. Kita bikin film dua tahun satu film."
"Hah? Biasanya kan bisa 3 setahun?"

Pantesan gue miskin. Masa 1 film/ 2 tahun?

Tapi bagaimana caranya bisa bikin 3 film/ tahun di kota di mana gue cuma bisa bergerak 12 km/jam ini?

Berhubung otak gue gak sanggup bikin 3 film/ tahun, sementara gue gak rela kalau gak kaya raya... berarti pendapatan 1 film gue tetap harus sama dengan pendapatan 6 film mereka.

2tahun x 3 film x 300000 penonton...

1.8 juta penonton !!!

Minimal.

Bagaimana strategi gue untuk mengumpulkan penonton sebanyak ini?

1) Bekerja sepenuh hati
2) Bikin cerita yang jujur
3) Baek-baek ama emak gue

Paling susah yang ke tiga. Tapi penting... biar Promo Manager gue yang Maha Jagopromo itu terrrrrayu untuk menyuruh 1.8 juta ciptaan-Nya menonton film gue.

Agar aku bisa hidup kaya raya dan mati masuk surga.

Mudah-mudahan ada surga lain selain di telapak kaki ibu. Kalau cuma ada di sana, ingetin gue sedia daktarin sebelum mati.

Selasa, 06 Juli 2010

AFA

"This is my third and last application I am sending you. If you do not take me, I will come to Pusan with my feature film instead."

Ancaman itu mengakhiri sebuah letter of intention yang gue ketik buat Asian Film Academy 2010, sebuah workshop film tahunan untuk 24 future Asian filmmakers di Pusan International Film Festival.

Pusan termakan gertak batak. Aplikasinya langsung diterima.

Sayangnya bukan aplikasi gue, but another batak. Itu surat gue ketikin buat Tumpal Tampubolon. He is going to AFA this year.

Gue bahagia banget pas tahu Tumpal masuk AFA, walau 5 menit kemudian langsung memble pas tahu gue gak dapet.

Gue kirain dengan track record kegagalan sepanjang gue, another kegagalan gak akan mempengaruhi gue. Apalagi yang akhirnya diterima adalah Tumpal Tampubolon, salah satu species langka yang dikarunia sensitifitas cerita yang mengharukan... Gue berani taruhan film Tumpal akan jadi salah satu film terbaik Indonesia.

Tapi sayang pedenya berbanding terbalik dengan bakat.

Apa gue kebalikanya Tumpal ya? Kebanyakan pede, tapi bakat kurang. Apakah gue kurang usaha ? Kurang passionate? Apa surat rekomendasi gue kurang terpercaya? (It was Nia Dinata, by the way)

Mungkin niat busuk gue sudah terbaca. Gue mau ke Pusan bukan untuk workshop film, tapi untuk berburu hujan dan nyari 10ribu pendana buat Demi Ucok. 15 won kan kaya sekali makan Korea. Banyak fimmaker idealis bertebaran yang bisa gue palakin di sana=D

Tapi takdir dan AFA berkata beda. Tumpal yang berangkat. Aku nelangsa.

Padahal tiap gue gagal, selalu ternyata Doi punya rencana yang lebih seru daripada hasil pikiran gue. Tapi tetep aja gue nelangsa. Kok gue lambat belajar ya? Padahal IQ gue 161 lho.

So I am back to what I did best. Mengintimidasi.

Berhubung teknik intimidasi sepertinya lebih efektif, langsung gue mengirim sms ancaman ke Tumpal.

"Pokoknya target lo ke Pusan harus nyari minimal 1000 pendana buat gue. Kalau nggak, jangan berani pulang kau Bang."

Tumpal langsung menurut takut kubuat. Gue tinggal nyari 8980 korban lagi deh=D

Sementara Tumpal workshop di Korea, gue punya banyak PR di sini: nyelesaiin editing '5menit lagi' dan 'Demi Ucok'.

Pusan, it was my first and last application I am sending you. Since you do not take me, I will come to Pusan with my feature film instead.

Amin.

Senin, 05 Juli 2010

The Art Of Happiness

Dalai Lama: Most of our troubles are due to our passionate desire for and attachment to things that we misapprehend as enduring entities.

Even some Tibetan philosophy remind me of you.

You are most of my troubles.

The object of my obsession.

My passionate desire.

My misapprehended attachment.

My so long waited phone call.

You are my enduring entity.

How come I am not yours to endure?



Today I want my soul to be glad and rejoice in this lot that I was given.

Even this lot has no you.

Cause his steadfast love endures forever.

Minggu, 04 Juli 2010

Minggu Pagi Di Rawamangun

Nggak terlalu beda sama di Victoria Park.

Ada bibik infal baru yang lagi bikinin gue roti bakar di dapur. Ada mas-mas bercelana pendek robek dikit yang nyuciin mobil gue di luar. Sementara gue duduk-duduk nulis blog gue yang penting buanget ini karena selalu dinanti oleh Danti, Ratie, dan Winda .... tentunya sambil menanti roti bakar yang mulai menggoda bulu-bulu hidung gue.

"Ca, gue mau pake meses ya," teriak gue ke bibi infal baru.

Bibi infal baru menoleh sewot.

"Bikin sendiri!" seru Bibi Infal Baru nyinyir ngeliat si adik kecil yang udah seminggu ini susah diusir dari rumah barunya.

Tapi lima menit kemudian roti bakar gue udah siap sedia=D

Scene minggu pagi di rumah Chigit membuatku merasa orang terhappy di dunia, padahal baru lima menit yang lalu aku nestapa karena kamu belum juga sms akyu.

I wish everyday will be like this. Like Sunday.

and voila... Ternyata hari ini hari Senin.

How can I forget days? Am I the happiest person in the world or am I just being unemployed for too long?

Either way, I thank You for this day.

And the roti bakar.

And the cuci gratis.

Now I have to get back to nyuci piring. Si bibi infal baru yang ternyata nyonya rumah ini udah mulai mengirimkan sinyal-sinyal pengusiran ngeliatin gue seenaknya maen komputer abis makan roti bakar.

There is no such thing as a free breakfast. But there are some breakfast that money can't pay.

10001 Executive Producers + 1 Lover

Viral marketing is so last year. It is now time for viral financing.

"Lo bisa jadi salah satu dari 10 ribu orang beruntung yang berkesempatan mendanai film gue berikutnya. Dengan hanya 100 ribu rupiah, nama lo akan ditulis di semua poster 'Demi Ucok' sebagai executive producers, masuk Museum Rekor Indonesia, dan lo akan diundang ke acara gala demi ucok yang diberi judul 'see the music, hear the movie'..."

OK... i know this sounds a bit dewi lestari, but i cannot find a better line than that.

Acara gala ini adalah kolaborasi layar tancap 'demi ucok', konser homogenic, dan beberapa tukang bajigur, bubur ayam, dan roti bakar paling enak se-bandung raya.

That was my big mouth blabbing di salah satu acara yang diadakan di sebuah padepokan mini indonesia. Padahal hal ini belum boleh bocor sampai september, setelah semua sponsor fix.

Tapi kettika 4 orang yang baru saja gue kenal memberikan gue seratus ribuan, gue mau tak mau jadi terharu biru.

"Pokoknya gue nomor 13, " kata oming oke. Dia memaksa memberikan duitnya saat itu juga, takut nomor saktinya kerebut orang.

"Gue nomor 88," kata Cina Coon tanpa memberikan uang dulu. Curiga duitnya gue beliin martabak keju, instead of bikin film.

"Nomor 8888 aja, lebih banyak delapannya," kata Sali yang paling mengerti cina.

"Nggak ah. Gua cukup 2 delapan aja," kata Cina Coon, membuat gue makin cinta.

Memang cewe2 jaman sekarang udah pada gak punya mata. Masa cowo sekeren ini dibiarkan menjanda tanpa pasangan hidup?

Karenanya, di demi ucok ini, kami punya 3 misi mulia:

1) mengumpulkan 10oo1 executive producers yang akan memodali kami bikin film ter-belagu dalam sejarah perfilman Indonesia (so far udah ada 20 korban, tinggal nyari 9980 lagi)

2) mencarikan jodoh untuk Cina Coon (either lelaki maupun perempewi, aku rela... asal Cina bahagia)

3) mencarikan lelaki yang dapat menafkahi lahir batin sang sutradara, agar dia bisa hahahihi bikin film ke-tiga tanpa direcoki Mak Gondut : "kawinlah kauuuuu...."

Misi pertama dan ke dua sepertinya gampang terlaksana. Karenanya misi ke tiga akan menjadi parameter paling penting dalam mengukur keberhasilan proyek film ini.

Biasanya sutradara kalau gak jadian ama produser, pasti ama aktor.

Sayangnya produser kali ini wanita, jadi haram dinikahi menurut fatwa HKBP.

Eh... tapi doi batak sih. Mak gue kan nyuruhnya gue nyari Batak, gak bilang cewe apa cowo.

Ah tapi serem gue. Doi cantik sih, hanya ke mana-mana bawa pisau booo... akibat keseringan nonton Buser dan teracuni betapa kejamnya ibu kota. Bisa-bisa gue ntar ditikam kalo ketahuan selingkuh.

Jadi harapan kita untuk menunaikan misi ke tiga sebagai sineas muda Indonesia tinggal mencari aktor yang berdada bidang, agak Batak, dan halal dinikahi sutradara.

Casting kemarin cukup memberi harapan. Walaupun banyak bintang muda berbakat Indonesia yang menolak casting kalau nggak pasti dapet perannya.

Haloooow! Tom Cruise aja masih casting lhooo di hollywood sana. Don't they know there is this such thing that is called chemistry? Walaupun lo aktor terkenal tetep aja harus dicasting.

Tapi tak apa-apalah. Gue jadi tak perlu ngabisin waktu dengan the snobby ones. Masih banyak the jason mraz type di Jakarta. The type yang gelasnya setengah penuh. The type who sees himself in five years not as the most famous actor in Indonesia, but simply as someone five years older... and hopefully wiser. Exactly the type i love.

Too bad he's 175 cm. Semoga bisa diakali kamera.

This type makes me wish I was 5 cm shorter and 15 kg lighter.

God, I love my job.

Sabtu, 03 Juli 2010

Aku Merasa Orang Ter-oke di Dunia

No. That wasn't true.

Sometimes I do. But most of the time , no.

Apalagi di depan kamu. I have to be oke cause I don't think you will take something less.

But if you do take me, aku akan merasa jadi orang ter-oke di dunia.

Oh... another chapter of codependent love. Aren't I tired of being a fool?

Cause it turns out being a wise girl is not that all fun.

So let me be a fool for tonight.