Minggu, 10 Januari 2016

Guru Agama

Guru agama gue gak pernah ada yang penuh cinta kasih, bahkan ketika dia mengajar bab cinta kasih.

Pernah suatu kali satu kelas dipukul ujung kukunya dengan penggaris kayu karena tidak tahu siapa anak Salomo yang menggantikan dia menjadi raja.

Gue tahu. Tapi pertanyaan berikutnya tetap tidak tahu. Jadinya dipukul juga.

Ketika gue pindah ke Bandung, pertama kalinya gue masuk sekolah negeri. Di sini pelajaran agamanya Agama Islam. Gue harus duduk mendengarkan setiap kali Bapak Guru  mengajarkan kalau orang Kristen itu masuk neraka dan kalau teman-teman gue ngucapin Selamat Natal, mereka pun masuk neraka.

Teman gue yang tadi pagi dengan riang gembira memberi gue kado bola natal bermotif Santa Claus langsung terhenyak. Masuk nerakalah dia.

Dia pulang dengan hampir menangis.

Di gereja juga damai itu tidak gue temukan. Guru sekolah minggu gue juga bilang Orang Islam masuk neraka. Dia bilang kalau nanti besar kami nggak boleh pacaran sama yang beda agama. Termasuk yang Katolik. Mereka menyembah berhala Bunda Maria.

Pernah kelas kami jalan-jalan tukar kado. Kado gue hilang entah ke mana. Jadi gue bungkuslah sebuah tissue gulung seharga 700 rupiah buat dijadikan kado.

Sialnya yang dapat kado gue si guru agama. Dia langsung membahas betapa tidak pantasnya memberikan kado tissue gulung seharga 700 rupiah. Di depan seluruh kelas.  

"Untunglah saya yang dapat tissue ini, bukan teman-teman kamu," katanya.

Kado berikutnya dibuka. Kado sepupu gue yang kemaren ke rumah. Ternyata isinya kado gue yang hilang.  Dia ambil karena dia belum beli kado untuk tukar kado hari itu.

Sampai hari ini, sepupu gue gak minta maaf. Tapi gue juga gak marah. Namanya juga anak-anak. 

Tapi ketika gue bertemu lagi dengan si guru sekolah minggu, gue tidak menyapa dia. Gue tahu dia mengenali gue, tapi gue memilih nggak kenal.


Seandainya yang dapat tissue gue bukan dia, pasti gue tidak akan dipermalukan.

Namanya juga anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar