Gue datang pagi-pagi, bela-belain datang ke
pemutaran film dia yang gak sempat gue tonton di Jakarta. Gue suka film
pertamanya. Sudah bertahun-tahun dia gak bikin film.
Ternyata dia duduk di depan gedung, merokok
sambil dikelilingi teman-teman Jakartanya.
Dia melirik, mungkin mengenali gue.
Dulu kami pernah duduk semeja. Sekali. Ngobrol
dengan dia sangat menyenangkan. Dari dulu memang gue suka sekali tulisannya
yang gak sok walaupun sering dikatain sastra selangkangan.
Gue menunduk, tetap berjalan. Lebih baik pura-pura gak kenal daripada sok
kenal di depan teman-teman hitsnya.
Di antrian gue baru tahu kalau gue terancam
gak dapat tiket. Baru gue menyesal kenapa gak sok kenal aja.
Dia lewat. Gue tetap menunduk. Ancaman gak
dapat tiket tak juga membuat gue berani menengadah.
Tapi ketika sutradara lain lewat, tanpa malu
gue minta ikut masuk.
Dia memberi sambutan sebelum film dimulai. Dia
masih the humble cool writer yang gue
suka.
Tapi filmnya nggak.
Besoknya gue datang ke pemutaran film seorang
teman. Dia lewat, melirik gue, lalu jalan terus.
Untung kemaren gak sok kenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar