Rabu, 15 Agustus 2012

Anakonki Do Hasangapon Di Ahu

"Bukan Hamoraon?" tanyaku.

"Sama itu sebenernya," jawabnya sambil memperlihatkan tulisan asli Nahum Situmorang, penulis lagu Anakonki Do Hamoraon, eh Hasangapon di Ahu.

Penulis  lagu Anakonki ternyata gak punya anak, jadi hasangapon copyrights lagu ciptaannya jatuh untuk anak orang lain. Anak saudaranya.

Sementara lagunya mengilhami banyak wanita berpikiran sempit menilai wanita lain dari kemampuannya beranak. Beranak laki-laki. Anak perempuan gak dianggap anak.

Dan mengilhami banyak pria Batak untuk kawin lagi.

Demi hasangapon. Demi anak laki-laki.

It's 2012, and stories like this still happens.

"Udah nggak banyak sih yang kaya gini. Angkatan kakek n bokap kita masih. Tapi product-product broken home-nya ya generasi sekarang."

Bitter daughters.

Perempuan-perempuan yang melihat bapaknya kawin lagi karena ibunya cuma bisa beranak dia, the failed product.

"Jangan dilihat dari sisi negatifnya. Sisi positifnya adalah: orang tua Batak selalu berusaha yang terbaik untuk anaknya, di atas kepentingan dirinya sendiri."

Kalau simbol keberhasilannya adalah anak, bukankah segala yang untuk anak sebenarnya untuk dirinya sendiri?

Should we see the worst in our father?

Published with Blogger-droid v2.0.6

Selasa, 14 Agustus 2012

Penghakiman


Tidak pernah ada orang yang merasa salah. Not even Al Capone. So why wasting your time correcting anyone?

Resep sukses Dale Carnegie untuk menghindari jadi judgemental: "If I were you, I would have done the same thing."

Dan tiba-tiba semua orang menjadi benar. Tidak ada lagi perselisihan.

Even Hitler goes to heaven, kata God versi Conversations with God.

Sulit untuk mengerti kalimat ini, apalagi ketika gue berdiri di barisan orang benar.

Ketika gue terjatuh dalam dosa, pelan-pelan gue mulai mengerti kalimat ini. Semua rancangan-Nya indeed rancangan kebaikan. Bukan hak gue menghakimi Hitler.

Saat itu, gue bersyukur jadi orang berdosa, karena gue jadi gak berani menghakimi orang lain.

For a while.

Sekarang gue kembali menghakimi.

"Bagi alkitab tak ada abu-abu. Cuma ada hitam atau putih," kata pendeta itu sambil menghembuskan asap rokok batang ke sekian.

Asap rokoknya terus memenuhi paru-paruku, dan nasihat alkitab memenuhi telingaku.

Bukankah kata Alkitab juga tak boleh membunuh? Gak dibilang kalau pelan-pelan, boleh.

Aku mengkibas asap rokoknya, hilang bersama nasehat alkitabnya.

Apakah aku sudah menjadi anak bebal yang gak bisa menerima nasehat?

Institusi ini terlalu besar untuk kudebat. Aku hanya seekor domba sesat.

They said we'll rot in hell, but somehow I don't think we will.

Hari ini aku diam saja.

Published with Blogger-droid v2.0.6

Sabtu, 11 Agustus 2012

happily ever after

"There is no such thing in theorigional version!"

Cinderella was a lunatic,, talking to animals.

The sisters cut off their toes and heels to fit into the shoes.

They ended up having both their eyes picked by birds.

"The real storyof Cinderella is very gory. And we all ended up with this fairy tale of love and prince charming."

No wonder it doesn't exist.

Disney gets a whole generations fooled.

Published with Blogger-droid v2.0.6

Jumat, 10 Agustus 2012

The Curious Project

The whole Serangoon Road is built in this land, not too far from the real Serangoon Road, without the real prostitutes, without the real tight ass inspectors, without the real traffic noise, but with real stager to put your crew, lighting, and whatever... You name it.

"When we finished the series, we were thinking not to bring the set down. It can be turned into something else."

Ini bukan set pertama yang gue lihat, dulu pernah tapi somewhere di Universal Studios. A whole different world. Kalau Hollywood ya bikin film di studio. Gak mau di lokasi asli.

Tapi ini Indonesia. Masih untung bisa bikin film. Mana pernah kepikiran ngabisin duit bangun set. Apalah artinya perijinan preman dan suara-suara seliweran dibandingkan uang jutaan dollar yang kami tak punya untuk bangun set.

Terlalu mahal.

Bisa bikin film aja udah syukur.

"Kalau kita mau bikin Curious Grandmas dengan proper, ya harus 1 juta dollar."

Cuma harga satu episode TV mereka sih.

Tapi film pertama gue 100 juta. Naik sepuluh kali lipat ke 1 M. Seharusnya kalau mau konstan naik 10x lipat ya sekarang 10M.

Tapi bikin film gak bisa menuruti deret aritmatika. I am not ready for this. I am not experienced enough. I am too provencial to go international.

Maybe they need a more mature and experienced producer.

Gue lebih baik menikmati indahnya Selat Malaka, perpaduan keindahan alam dan arus lalu lintas laut super sibuk, bergelantungan di hammock menikmati foreground pohon kelapa dengan background kapal-kapal tanker di kejauhan, menikmati resort yang biasanya hanya dinikmati orang singapura dan korea.

"This is not about you."

Tiba-tiba that voice menghentak gue dari hammock.

Sepuluh M doang... It's nothing for me.  I want it made. The grandmas need this movie.

Not because of me. This grandmas is a strong tough beast. It doesn't need any funding. It doesn't need any award. It doesn't need me.

We have a beautiful ending, and this story needs to be told.

If they can make 1 million dollars TV episode, why am I so bothered with a 1 Million dollar movie?

Fear.

"Gue gengsi banget kalau ditolak."

Jadi inget papi, pengumpul coPro terbanyak di Demi Ucok. Ketika ditanya kenapa papi gak malu minta-minta seratus ribu ke orang-orang, papi cuma jawab:

"Kan buat nona kecil papi, ngapain malu?"

This is not about you.

Then the fear disappear.

This is for our moms. Maminya Lucky. Maminya Daud. And all the housewives that dedicate all their life for their family and deserved much more from us.

I am now curious.

Published with Blogger-droid v2.0.6

Rabu, 08 Agustus 2012

Cubes

Bayangkan ada sebuah lukisan gurun, dan ada sebuah kotak.

The cube is you.

Mr. Floating Glass Cube bertemu another Mr. Floating Glass Cube, mahkluk-mahkluk tanpa rahasia yang suka berangan-angan. Tak heran mereka langsung bertukar tips and trik male escort mana yang layak disewa dengan harga memuaskan.

Bayangkan ada sebuah tangga.

The stair is your friends.

Teman-teman mereka berdiri sendiri, tegak lurus tanpa ditopang mereka.

Bayangkan ada bunga di lukisan.

"What? Mana ada bunga di gurun?"

"Ya bayangin aja."

"Gak usah ada ajalah."

"Gue juga gak usah ada aja."

The flower is your offspring.

Emang mereka gak perlu punya anak. Gak bisa juga. Dua-duanya homo.

Bayangin ada kuda.

"Ih gak oke banget ada kuda. Kuda gue rasi bintang aja deh di langit."

"Gue ada deh, tapi jauh2 dai kotak. Hitam, kuat, and nyebelin. Sok."

Kuda itu pasangan harapanmu.

"Buahahahahaha... Pasangan gue rasi bintang? Not even real."

"Gue emang selalu tertarik ama asshole sih. Makanya mendingan gue gak pacaran."

Mereka kembali berbagi tips and trik male escort se-Jakarta yang ternyata itu-itu saja tapi tak habis-habis dicoba.  Baru halaman 16 mereka sudah memutuskan disambung nanti saja.

Bayangkan angin di lukisanmu. Sepoi-sepoi? Tornado?

"Gue gak ada."

"Gue juga gak ada."

Angin itu melambangkan masalah di hidupmu.

No wonder they call them gay. Because they are gay.

"Kalau bisa bayar, ngapain punya pacar?"

No drama.

Now I understand why they do not call lesbians gay.


Published with Blogger-droid v2.0.6

Senin, 06 Agustus 2012

On Distribution

"Indonesia itu selalu ketinggalan beberapa tahun. Jadi lo gak perlu susah-suah nyari inovasi. Lo tinggal google, lihat di Amerika dan China lagi pada ngapain tahun ini, tinggal lo ikutin aja tahun depannya."

But Kickstarter doesn't work in Indonesia.

"Ya tentunya harus diseusaikan dengan culture Indonesia."

Culture Indonesia yang dipengaruhi Internet slow motion, bajakan High Resolution, dan On Line Payment perjuangan.

That's the culture yoou need to adjust to.

Jadi lupakanlah Video On Demand. Selama Kota Kembangbelum jualan kembang dan masih DVD bajakan, dan nyetir ke sana masih lebih cepat daripada streaming film 2 jam, lo gak akan bisa makan dari mengharapkan demand.

"Lebih cepat kok."

Saingan berikutnya ya download-an gratisan.

Damn.

Jadi gimana caranya kita jualan film? 

"You tube udah bisa ada iklan. Lo bikin aja fim-film pendek 4 menitan. Kalau udah banyak yang nonton, lo bisa naro iklan di video atau channel lo."

Tantangan berikutnya adalah waktu: DVD Hollywood bertabur review dan jempol Ebert menumpuk belum tertonton dari Lebaran tahun lalu. Why would we watch some random indie channel?

Maybe solusi negara ini bukan online. Bikin pemutaran reguler biar orang terbiasa nonton.

Pada jaman dahulu kala, di saat bikin film indie mulai merasuki arwah mahasiswa-mahasiswa salah jurusan, Sally bikin acara patontontonton dengan konsep sesama filmmaker saling menonton.  Lama-lama acaranya berhenti karena susah nyari film.

Nyari penonton juga sih. Orang udah cape nonton film gambar goyang2 gak berkonsep dan cerita gak original gak menghibur.

"Di Banyuwangi sekarang tiba-tiba banyak filmmaker baru  dan di sana mereka rajin pemutaran.  Dan yang nonton film emak-emak dan bapak-bapak!"

Aha.

Tinggal mikirin cara biar bisa nyebarin film ke pemutaran di pelosok tanpa harus takut filmnya dicopy dan berakhir di Kota Kembang lagi.

Bikin sistem DCP cinema 21 versi rakyat. Hard Disc harus ada lock-nya dan  ga bisa dicopy.

Ternyata sarjana-sarjana terbaik ITB  sudah diekspor ke luar negeri. Belum ada yang rela research Hard Disc indie.

Sambil menunggu keajaiban, mungkin kita bikin workshop film aja gimana? Mungkin orang sekarang gak mau nonton film gue. Tapi kalau nonton film sendiri, mungkin semangat.

That might be a good way to trigger. Lama-lama kan orang pengen nonton yang lain juga.

Voyeur.

Published with Blogger-droid v2.0.6

Insecurity

Penyebab ke tiga perpisahan selain Facebook dan Twitter, ternyata: insecurity.

"Gimana gue mau ngajak dia kawin kalau dia kaya gitu?"

"Gimana gue gak cemburuan kalau dia gak ngajak-ngajak gue kawin juga?"

"Mungkin nanti gue balik lagi kalau gue dan dia udah lebih dewasa."

"Gue sayang ama dia. Tapi mungkin nanti saja, kalau kita lebih dewasa."

"Berduaan bukannya ngomongin visi ke depan, malah berantem terus."

"Ngapain diterusin kalau udah gak ada trust."

Andai saja... Andai... salah satu strong enough untuk menahan ego dan bilang, I will be with you no matter what... The other one will not be insecure. And they will live happily ever after.

Tinggal mencari cara gimana dealing with the Facebook and the Twitter.

Love is always worth it. Insecurity will leave you empty handed.

"Unless ada kesalahan ontologis: udah kawin atau ngajak pindah agama," katanya.

Then you are better off with her Facebook and Twitter.

Published with Blogger-droid v2.0.6

Coffee and Sugar

Put some sugar on me

So you can't taste the real me

I am not the best you can have

They are somewhere in Europe

Put more sugar on me

Show them you love them more

By making me more less me

Put some sugar on me

Published with Blogger-droid v2.0.6

Minggu, 05 Agustus 2012

Wedding Organizer - The Series

"Ada yang sehari kawin, trus besoknya cerai. Si cewenya nangis-nangis, takut udah hamil soalnya malemnya udah begituan ama cowonya. Si cowonya balik ke Singapur, pagi-pagi cuma pergi, trus ngirim email minta ganti rugi biaya perjalanan dia dan keluarganya dari Singapur. Berapa belas juta gitu..."

"Yang bayar kawinannya?"

"Cewenya."

Tiga filmmaker mengendus potensi serial.

"Ada lagi yang ditampar mertua di pelaminan. Itu mah langsung cerai saat itu juga. Gak besoknya. Padahal akad, semua udah. Ini teh pas lagi resepsi."

"Ada lagi yang dateng ke MC minta mo nikah bulan depan. Eh, minggu depannya dateng lagi, udah ama cewe yang beda. Tapi tanggal dan tempat kawinannya tetap sama. Eh besoknya si MC didatengin cewe lamanya tapi sama cowo baru. Minta si MC juga mc-in nikahan dia di tanggal yang sama."

Kalau dikasih treatment kaya Emergency Room, drama di kawinan akan lebih menegangkan daripada di ruang operasi. 

Kenapa Orang Amerika gak pernah bikin serial Wedding ya?

"Mungkin karena wedding di Amerika yang nikah 2 individu, bukan 2 keluarga."

Good point. Di Indonesia, 2 keluarga kalau mau bersatu harus perang dulu di sebuah battlefield bernama wedding reception. Lebih epik dari Perang Padri. Tanpa darah dan pedang, tapi lebih menusuk.

Pemeran utamanya Wedding Organizer aja. Cewe.  Jadi nggak mau kawin karena keseringan liat yang cerai.

"Banyak sih yang make kita dua kali. Harusnya buat yang ke dua dikasih diskon mereun nyak?"

"Trus lo masih mau kawin?"

"Kawin mah mau. Tapi gak usah acara-acaraan lah," katanya ragu-ragu.

Lebih seru kalau gak mau.

Published with Blogger-droid v2.0.6

Two Bottoms and A Stone Butch

"The pleasure of sex is not physical. It's psychological," kata seorang bottom saat ditanya apa enaknya dimasuki benda asing dari lubang pantat.

"I'd rather dimasukin, daripada gue yang masukin. Kalau ada stuffs di kondom pas gue keluarin kan jijay."

"Bukannya kata lo dimasukin sakit?"

"But I find pleasure to make him happy. Gue biasanya fake-fake in aja muka gue, biar dia lebih turn on."

"Gue sebel banget tuh kalau dia udah keluar trus gue ditinggalin sendirian, belum selesai," kata another bottom.

"I don't mind," kata the submissive bottom. 

If sex is not physically enjoyable,  why do you guys became gay?

"Gue mau muntah liat toket."

"I hate vagina."

"I just cannot get it up wih girls."

"I hate sex with guys. Girls are better, but I keep falling in love with boys."

It's just preferences. Some prefers boys. Some prefers girls.

Some prefers ears.

"Gue gak suka ada yang gigit-gigit kuping gue. Kaya mau dimakan. Tapi pas kuping dia digigt,  eh dia melenguh keenakan. Ya gue gigit aja terus."

Some prefers feet.

"Gue cuci-cuci dulu kaki gue, jangan sampe dia jiji."

Some prefers rimming.

"Jijik banget, pas gue rim masa keluar tai gitu, padahal udah gue cuci-cuci sebelumnya. Dan dia gak nyadar."

Some prefers di-rim.

"Enak banget booo. Makanya gue bottom aja deh terus. Daripada gue harus jilat-jilat pantat orang."

Some loves corpse.

"Mungkin karena the need to dominate ya? Mayat kan ga bisa ngelawan?"

Some loves taik.

"Two girls and a cup. Kalau gak kuat, jangan nonton."

Some loves fisting.

"Emang bisa ya dimasukin?" the stone butch menatap kepalan tangannya sendiri.

"And you? What do you prefer?"

The two bottoms stare at the butch, waiting for an answer.

Silent moment.

*sigh

"I don't know. I never had an orgasm."

"Just look at yourself in the mirror. Explore."

"I did. Some people just had it really deep, gak keliatan. I guess I am one of those."

"Ya coba teken-teken aja sendiri."

"Malas."

"Maybe you need to try it with a guy."

"Kalau cowo udah mau klimaks, gue suruh mandi aja. Pake aer dingin. Males."

"Iyh egois banget lo."

"Well, waktu itu sih gue kira gue menghormati keperawanan ya, but I guess I was simply lesbian. I was not turned on by him."

"But you never had orgasm with girls?"

"Nggak."

And she was asking why they all became gay. Maybe she needs to ask herself first.

Maybe gay should not be called sexual preferences. Because it was not always sexual.

Published with Blogger-droid v2.0.6

Sabtu, 04 Agustus 2012

Nurturing Kepompong

"Kalau lo masih baru, ya jangan mikirin duit dulu. Kan lo bisa dapat banyak link untuk proyek ini."

Cuma 65 juta untuk 10 menit profil something-nya Bank Indonesia karena sudah entah tangan ke berapa baru sampai ke gue. Duit emang gak seberapa, tapi banyak link potensial. Kapan lagi ngewawancara Gubernur BI?

"Lo kan maunya bikin film. Mending lo bikin film aja. Kecuali mereka mau profile-nya bentuknya film."

Gak bisa. Script-nya udah jadi.

Dan tentunya basi.

"Jadi setiap kali film tayang di channel kami, kami akan memberi filmmaker revenue sharing sebesar sepertiga dikali jumlah biaya berlangganan dikali jumlah pelanggan di luar pelanggan basic dikali persentase jumlah penayangan film anda dibandingkan dengan jumlahpenayangan keseluruhan film-film di channel kami."

"Jadi satu film sekali tayang dapet berapa, Mbak?"

"1,6 juta."

Rupiah! Jualan karpet aja untungnya 5 juta.

"Lo mau gak bikinin video klip gue?" tanya si anak kaya yang mau bayar berapa aja.

Dan mendengarkan lo ngomong lebih dari 5 menit? Mending gue jualan karpet.

"Lo tuh terlalu sombong."

"Gue yakin duit yang nyamperin gue, bukan gue yang nyari duit."

"Lah itu kan duit dah nyamperin lo, malah lo tolak?"

Apakah 'listening to my gut' make me an arrogant person? My first instinct tells me to say 'no'.

Tapi kenapa sekarang gue ragu?

Setelah gak dapet 10 ribu coPro, walaupun 'somehow it's enough', kenapa gue malah tidak lagi mendengarkan my first instinct? Fear kembali lebih menguasai gue. Takut gak punya duit.

"This is not about you."

"I know."

"This is not your work."

"I know."

"I only want you to do what you have joy doing."

"I know."

"Then why are you afraid, oh you who doesn't believe?"

"I do believe in you."

"Then be still."

"Gue gak bisa diem aja."

"Ah lu. Katanya TOEFL lu 635? Emang still artinya diem aja?"

"Oh iya."

"Be still and know that I am."

"What are you?"

"Ih berisik. Udah nurut aja deh."

"Iyeee... Iye..."

"Good."

"You know what?"

"What?"

"It's 'you who DON'T believe' by the way, bukan DOESN'T."

"Cerewet."

"Kan TOEFL gue 635."

"Unfortunately, my dear. Gue gak melihat rupa, gak ngelihat harta, dan gak ngelihat TOEFL."

"I love you."


Published with Blogger-droid v2.0.6

Brooklyn Van Java

"Gue ke Bandung packingnya cuma lima menit," kata the fashionista Jakarta yang lemarinya penuh jas bertuliskan nama-nama pria tak kukenal.

Who the hell is Tri Handoko?
 
"The people here is so chill. Gue gak perlu dandan-dandan kalau mau keluar.  I can just wear this shabby T shirt."

Gue menatap baju gue: kaos lima puluh ribuan yang gue beli diskon 50% di factory outlet pake kartu kredit mandiri mami natal tahun lalu.  His shabby T shirt looks hipper than my factory outlet couture.

"No wonder kita gak dapet-dapet duit buat film kita," katanya sambil menatap hopeless baju dan sepatu crocs gue which I proudly wear for 9 months straight karena gak rusak-rusak.

Untuk bisa dianggep di Jakarta, I need a new Balenciaga bag, Motorcycle: edgy, makes me look worth 5M, and gak terlalu mahal.

"Gak sampai 20 juta kok!!!"

If I have 20 juta, mending beli susu anak Fatwa.

My school girl look won't get me money for our movie. I need to dress like a real producer: The power bitch with Birkin bag.

Mungkinkah ini karena Bandung?  You do not need 20 milliiion bag to survive here.

Bandung is a good place to breed a freak.  Orang-orang yang gak takut beda dari yang lain.  Atau gak tahu dia beda?

The good thing about being a freak is that you can have your own style and be comfotable with yourself because you do not know how it feels to have people's attention on you. So you end up being yourself: the freak, and fine with it.

Or was it me who is terlalu kulit badak?

Gue melihat sekitar.

Kiri Kate Spade. Kanan Massimo Dutti.

Damn.

"Ya udah nanti kita ubek-ubek lemari Mak Gondut. We'll se what she got. OK?"
  
Demi 5 M.

Published with Blogger-droid v2.0.6

Jumat, 03 Agustus 2012

Psalm 23

'The Lord is My Shepherd' tertato permanen di lengannya.

Nguik nguik. Gue mulai mendekat penasaran. Siapakah mahkluk homo bertuliskan Mazmur besar-besar di tangannya ini?

Pertama kali dia ngaku homo ke pastornya, si pastor cuma bilang satu hal:

"Be a good gay."

Jadilah dia berbeda dengan homo-homo lainnya yang langsung pahit hati mendengar kata agama, apalagi Tuhan. Bukan karena mereka benci, tapikarena mereka terlalu sering disakit. Jadi lebih baik membenci duluan. 

Thanks to seorang pastor yang gak hobi mengutuk, seekor domba homo gak lari dari gereja.

"A lot of people can hate me, but God doesn't hate me," katanya tenang.

Sebab Tuhan besertaku.

"I am now married to my fimmmaking," katanya on the subject of  pacar.

Dulu dia posesif dan selalu demanding ama pacarnya. Dia kemudian sadar kalau itu hanya sebuah pelarian karena ada ruang kosong di hatinya yang tak terisi sampai frustasi. He was so frustarated with his filmmaking and he threw it to his boyfriend.

Karenanya dia harus menjawab keinginannya sendiri duu. Bikin film.

Sekarang dia punya pacar, tapi bukan prioritas dibandingkan film. Dan dia gak lagi posesif.

Apakah gue harus mencari that hole in my heart? Katanya sih seharusnya diisi dengan Tuhan ya bo.

God is love. So find what you love doing. For me, it's movie making.

Gue langsung membayangkan Seekor domba gendut yang nangis-nangis sendirian setelah jalan di lembah kekelaman. Tiba-tiba sebuah tangan besar dan hangat  membaingkan gue di rumput hijau tebal yang empuk. Domba gendut tidur seharian sambil tersenyum.

Domba gendut bermimpi tentang sebuah cahaya yang datang sore-sore dan membuat bulunya semakin memutih.

I want to tell your story all my life.

Published with Blogger-droid v2.0.6

4 hours passed me by

Jam 6: alarm BB berbunyi.

Jam 10: bangun, idupin 'Get Up and Go' di BB dngan sedikit penyesalan what have I done this last 4 hours.

Harusnya renang. Harusnya beres-beres kamar. Harusnya baca. Harusnya nulis blog. Harusnya gak mikirin yang gak perlu.

Nguik.

What have I thought for 4 hours?

Newsweek and how it could give America another chance to be the greatest country in the world?

Should I call Anita Sarawak?

Majalah Fovea kok bilang2 sih gue gak punya cewe?

Pengen bikin cerita tentang selingkuh?

Harusnya kemaren gak makan Mc Darmo dan sambal biar ga jerawatan.

Bisa nggak ya bikin PH di Bandung aja? Gak usah ke Jakarta.

Should I call her?

Dan another Should Woulda Coulda yang membuat 4 jam ku berlalu di tempat tidur.

How many times did you move on but not leave?

Ah sudahlah. Good things will set me free.

Yuk bebas yuk cyin.


Published with Blogger-droid v2.0.6

Rabu, 01 Agustus 2012

Girls

"It reminds me of Demi Ucok," katanya setelah menonton Tiny Furniture.

Lene Dunham, 25 years old, bikin film pake 5D dibintangi emak dan kakaknya. Ceritanya tentang dirinya sendiri yang  setelah lulus kuliah berjuang di New York pengen jadi penulis tapi gak nulis-nulis. Setelah dua tahun, tunjangannya di stop emaknya.

"So she has something to write about," kata emaknya.

And the story begins.

Terdengar mirip Demi Ucok versi New York.

Bedanya doi masuk Tribeca, menang di mana--mana dan sekarang she has her own HBO show yang dibintangi, di-direct, dan ditulis doi sendiri.

Versi HBO, judulnya ganti jadi Girls. Ceritanya tentang cewe-cewe first jobber di New York dan masalah hidupnya yang gak jauh-jauh dari pekerjaan dan selangkangan.

It's like 'Sex and The City' versi si chubby yang pengen nulis. Di kamarnya ada poster Sex n The City. Who knows sekarang dia yang merajai HBO setelah Carrie dan teman-temannya terlalu tua untuk have sex in the city.
 
Kalau Sex and The City bikin gue pengen pindah ke New York dan punya teman-teman seperti Carrie Bradshaw, Girls membuat gue melihat kanan kiri dan menyadari New York ternyata gak jauh beda dari di sini.

They're in New York, but I know these people. They're around me.

Cewe gendut yang pengen jadi penulis, bangkrut, dan gak nulis-nulis. 

Cowo yang terlalu baek sampai cewenya gak bisa cinta lagi ama dia.

Cewe yang pengen putus ama pacarnya, tapi pas pacarnya punya pacar duluan malah nangis2.

Cewe yang selalu berusaha baik dan ramah tapi malah ganggu.

The lovable jerk yang ternyata insecure dan haus kasih sayang.

Watching all this insecurities... It's  like giving a mirror to my face.

Kalau lo berani jujur dan mau mendengarkan sekitar lo dan menertawakan diri lo sendiri, you don't need 3D effects and IMAX to get people to enjoy your story.  

Moviemaking is like standing naked in front of people.

Lene Dunham literally shows off all of her fat belly to us with no hesitation. And I watch her with no hesitation.

"Anak gue naksir banget ama dia," kata tante-tante hipster beranak remaja hipster.

Gosh. This might be a new age for chubby actresses.

*goyang2 perut, menggoda

Anyone?

Published with Blogger-droid v2.0.6