Kamis, 07 Januari 2016

Mata Papi

Gue melihat papi dibaringkan di meja operasi dari balik kaca. Papi melambai sambil tersenyum bandel. Matanya bercahaya, seperti anak domba lugu yang pasrah disembelih.

Saat itu, Papi baru beberapa kali operasi.

Hari ini operasi Papi yang sudah entah ke berapa kali. Matanya sudah tiga kali. Yang ke dua kurang sempurna sehingga harus ada yang ke tiga. Yang ke tiga penyembuhannya lama. 

Sampai hari ini mata Papi masih merah.

Tapi bukan warnanya saja yang berbeda. Mata Papi tidak lagi seperti anak domba lugu yang pasrah disembelih. Sekarang mata itu marah dan membenci.

"Dokternya bego," kata Papi.

Semua dokter dia bilang bego. 

Pernah suatu hari dia menelepon seorang dokter senior, menjelek-jelekkan dokter yang mengoperasi dia.

Gue takut Papi terkena karma. Padahal dokter itu terlihat bekerja keras melayani sekian banyaknya pasien BPJS.

"Papi jangan gitu dong. Papi bayangin aja kalau ada yang bilang kerjaan Atid gak becus ke Ridwan Kamil. Padahal belum tentu Atid yang gak becus," seru gue.

Gue dibentak balik.

Gue diam, tidak lagi berusaha mengingatkan. Mungkin Papi kesakitan, makanya dia negatif.


Atau dia negatif, makanya kesakitan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar