Sabtu, 09 Januari 2016

Target Market Kita

"Penonton film Indonesia sebenarnya mas-mas begini ya?" kata sesama sutradara perjuangan memandangi mas-mas yang bertebaran di sepanjang Jalan Raya Sukabumi sedang berebutan batu akik.

"Pantesan 'Selamat Pagi, Malam' gak ditonton. Mungkin kita kurang memahami penonton kita."

"Kemaren kan si Natnat datang. Doi s1-nya IT. S2-nya bisnis. Jadi dia sekarang ngurusin programatik digital promo gitu."

"Kok keren?"

"Anyway... dia ngejelasin kalau dulu kan digital marketing cuma ngandelin demografik jenis kelamin, umur, pekerjaan... padahal kurang spesifik kan tuh. Sekarang si programatik ini lebih efektif karena target market kita jadi lebih spesifik. Dia menyasar orang yang behavior-nya sama kaya kita."

"Ooo... jadi maksud lo penonton kita itu yang behaviornya sama ama kita?" tanyanya.

Bukan yang demen beli batu akik.

"Berarti toko kita dong ya yang salah? Harusnya gak masuk 21?"

"Gue gak tahu. Tapi bukan juga pemutaran-pemutaran kecil bikin sendiri sih. Soalnya pasar kita sepertinya lebih luas dari film-film kaya Siti."

Kami menerawang ke luar jendela, mencari orang-orang yang behavior-nya sama dengan kami.

Sepertinya sedikit sekali.

Mungkin kita perlu memilih behavior kita yang lebih universal. Biar mas-mas Sukabumi pembeli batu akik pun merasa menjadi target market kita.

A word came to mind.


Hope.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar