"Penonton film Indonesia sebenarnya
mas-mas begini ya?" kata sesama sutradara perjuangan memandangi mas-mas yang bertebaran di sepanjang
Jalan Raya Sukabumi sedang berebutan batu akik.
"Pantesan 'Selamat Pagi, Malam' gak
ditonton. Mungkin kita kurang memahami penonton kita."
"Kemaren kan si Natnat datang. Doi s1-nya
IT. S2-nya bisnis. Jadi dia sekarang ngurusin programatik digital promo
gitu."
"Kok keren?"
"Anyway... dia ngejelasin kalau dulu kan
digital marketing cuma ngandelin demografik jenis kelamin, umur, pekerjaan...
padahal kurang spesifik kan tuh. Sekarang si programatik ini lebih efektif
karena target market kita jadi lebih spesifik. Dia menyasar orang yang
behavior-nya sama kaya kita."
"Ooo... jadi maksud lo penonton kita itu yang behaviornya sama ama kita?" tanyanya.
Bukan yang demen beli batu akik.
"Berarti toko kita dong ya yang salah?
Harusnya gak masuk 21?"
"Gue gak tahu. Tapi bukan juga
pemutaran-pemutaran kecil bikin sendiri sih. Soalnya pasar kita sepertinya
lebih luas dari film-film kaya Siti."
Kami menerawang ke luar jendela, mencari
orang-orang yang behavior-nya sama dengan kami.
Sepertinya sedikit sekali.
Mungkin kita perlu memilih behavior kita yang
lebih universal. Biar mas-mas Sukabumi pembeli batu akik pun merasa menjadi
target market kita.
A word came to mind.
Hope.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar