Kamis, 31 Maret 2011

Papi Gak Jadi Pulang

Papi pergi ke Medan, berusaha menghubungkan dua teman dalam jual beli tanah 100 hektar. Lumayan dapat komisi satu dua persen. Aktivitas papi di sela-sela nyuci mobil, mandiin Boni Bonyet Mari, dan nganter-nganter Mami.

Hari ini Papi pulang. Opung sudah menanti-nanti anak kesayangannya datang membawa roti kacang merah. Sebenarnya anaknya ada sembilan, tapi cuma si Mondang yang dia cari-cari.

Eh, delapan. Anaknya sudah meninggal satu. Dua tahun yang lalu.

Dan hari ini adiknya yang meninggal. Opung Godang.

Papi gak jadi pulang.

Opung Godang yang mana ya?

Opung Godang itu yang tinggal di Siantar. Yang badannya tidak lebih godang dari Opung. Lebih sehat. Lebih muda.

Kok bisa dia pulang duluan?

Sementara Opung gak pulang-pulang di usianya ke delapan puluh sekian.

Akhirnya Opung memilih hidup di masa lalu. Malam-malam terbangun, panik karena Jepang menyerang. Atau bingung karena belum sempat memeriksa ujian. Belanda datang.

Atau tentang macan jadi-jadian yang akan mengambil batak tercantik di Jakarta, Chica.

???

Karenanya jangan bilang-bilang ke Opung kalau adiknya meningal. Biarlah dia hidup di dunianya sendiri. Di dunia di mana Belanda itu baik dan Jepang itu bodat.

"Mana Bapak kau?" tanya Opung.

Lima menit kemudian: "Mana Bapak kau?"

Tiga menit kemudian: "Mana Bapak kau?"

Daripada diajak ngobrol, mending gue pijitin Opung.

Opung malah mengira gue peduli padanya. Dari puluhan cucu Opung, gue jadi terikut jejeran 3 cucu-cucu baik hati (bersama Chica dan Echa)yang dikasih gelang sama Opung.

Gelangnya enyoi-enyoi, gak indah dipake. Ternyata 24 karat dan seharga 2 ipad.

Apa gue beliin i pad aja ya?

Chica mendengus. Gak rela gue dapet gelang juga.

"Mana Bapak kau?"

Opung sudah menanti anak kesayangannya pulang dan mengunjungi.

"Bilang aja nunggu tanahnya kejual dulu," kata papi.

Dan Opung terus menanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar