Sabtu, 12 Maret 2011

Nabrak Kucing

Greek. Kreekkk.

Dia merasakan dua grekkkreekan sebelum seorang ibu mengetuk-ngetuk jendela mobilnya.

“Neng, ibu bukannya apa-apa ya. Tapi itu mah harus dikubur,” katanya sambil menunjuk ke belakang mobil.

Dia tidak berbalik. Pantulan sesosok mahkluk putih belang-belang menggelepar-gelepar di pinggir jalan. Dia menutup mata.

Seorang tukan kebun datang.

Dia membuka mata sedikit.

Gelepar-gelepar bertambah kencang. Ibu-ibu smakin aduhhhhhh iiiiiiiihhhh astagfirallahhhh.

Dia memberikan seratus ribu pada si tukang kebun tanpa berusaha melihat spion.

Sekilas terlihat si bayangan putih hitam sudah tidak menggelepar-gelepar.

Nafas sudah meninggalkan raga. Bersama mata yang menggelinding di aspal.

Dia menyetir menjauh berharap seratus ribu dapat menghilangkan rasa bersalah menghilangkan nyawa. Walau tanpa sengaja.

Itu pertama kali dia membunuh.



Greek. Kreekkk.

Dia merasakan dua grekkkreekan sebelum seorang ibu mengetuk-ngetuk jendela mobilnya.

“Neng, ibu bukannya apa-apa ya. Tapi itu mah harus dikubur,” katanya sambil menunjuk ke belakang mobil.

Dia tidak berbalik. Pantulan sesosok mahkluk putih belang-belang menggelepar-gelepar di pinggir jalan.

Dia memasukkan gigi R.

Greek. Kreekkk.

Dia memberikan seratus ribu pada si tukang kebun tanpa melihat spion.

Sekilas terlihat si bayangan putih hitam sudah tidak menggelepar-gelepar.

Nafas sudah meninggalkan raga yang rata bersama aspal.

Dia menyetir menjauh, berharap si kucing tidak terlalu lama menderita.

Itu ke sekian kali dia membunuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar