Pertama kali membaca tikus Ron ternyata jelmaan Peter Pettigrew
yang mengkhianati bapaknya Harry Potter,
gue teringat dia.
Peter Pettigrew bukan monster menakutkan seperti Lord Voldemort.
Dia cuma seorang penakut yang ingin menyelamatkan hidupnya tapi malah mengorbankan hidup sahabat-sahabatnya.
Akhirnya, Lord Voldemort jadi terasa lebih keren. Setidaknya Lord Voldemort
rela mengorbankan diri untuk tujuan yang dia yakini. Peter Pettigrew gak punya
alasan hidup selain takut mati.
Dia...
Pertama kali gue ketemu, dia sedang memimpin sebuah festival film
internasional dengan tujuan mulia memajukan film Indonesia. Film cin(T)a berhutang
budi pada festivalnya.
Lalu festivalnya berhenti. Pas gue ketemu lagi, dia sudah mengabdi pada
sebuah departemen yang memberangkatkan filmmaker Indonesia ke Berlinale. Gue disuruh
tanda tangan tanda terima uang saku USD 200 per hari. Yang gue terima hanya USD
200 walaupun tak pergi hanya sehari.
Sepertinya dia malu bekerja di sana. Kalau ketemu filmmaker-filmmaker yang
dulu dia bantu, wajahnya malah menunduk.
Tapi dia tetap di sana. Mungkin takut kekurangan.
Dia gak sadar kalau uang-uang yang dia hamburkan sebenarnya bisa dipakai
untuk membangkitkan kembali festivalnya. Gak sadar kalau harga kenyamanan hidup
yang dia pilih adalah mukanya semakin tikus penakut.
Dan tikus itu juga ada di muka gue, siap muncul ke permukaan setiap saat
gue mulai mengamini bikin film ya memang harus begitu. Siap membimbing gue ke
padang yang berumput hijau, di mana ada air tenang yang menyegarkan jiwa, makan
dan minum sampai puas, lalu mati kekenyangan.
Padang berumput hijau dan air yang tenang itu cuma menyegarkan jiwa ketika
kita telah berjalan dalam lembah kekelaman.
Kekelaman, come to mama. Biar sedap rumput itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar