Malam itu gue datang merekam pagelaran dia
tanpa persiapan. Gue hanya bisa mencoba merespon musik dan tarian yang gue
lihat, dengar, dan rasakan.
Tanpa sadar, gue mengambil gambar in focus,
out of focus, in , out, in... mengikuti napas tarian.
Setelah pagelaran selesai, gue baru tahu kalau
konsep tariannya memag napas.
"Semua itu kuncinya mengatur napas. Bukan
hanya tarian, tapi apapun. Bahkan menyetir," katanya.
Gue mulai mencoba bernapas ketika gue
menyetir.
Ketika gue berjalan.
Dan ketika gue menulis.
Dan gue menjadi lebih sadar sekitar.
Lebih
sadar titik hujan yang jatuh memenuhi kaca depan membulat di ujungnya. Lebih sadar kalau rambut lehernya melingkar sedikit. Lebih
sadar kalau warna senja tidak pernah sama.
Mungkin napas adalah jawaban dari film gue
yang selalu terasa terlalu terburu-buru, yang tidak mampu dipecahkan jurus scriptwriting manapun.
"Bikin film pendek yuk."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar