Senin, 14 Desember 2015

Public Speaking

Pertama kali gue melihat dia, dia naik ke panggung sebuah penghargaan film bikinan pemerintah yang katanya beda dengan Festival Film Indonesia. Yang ini fokus di pendidikan, bukan pencapaian artistik. Dia menggenggam penghargaannya seenak hati, bilangnya sih terima kasih, tapi pialanya akan dia masukkan ke kantong plastik saja.

Gue juga mikir apresiasi ini hanya another proyek buang-buang duit. Di saat Indonesia gak punya proper festival di mana penonton bisa nonton film-film yang dikurasi dengan baik, ngapain punya dua acara awarding yang film-filmnya mungkin gak pernah ditonton penonton?

Tapi gue gak akan masukin piala itu ke karesek di depan publik.

"Orang kaya gini mah gak bakalan ke mana-mana," kata Deden mengomentari.  

Berikutnya gue lihat dia, dia mempresentasikan festival film kecil di suatu kota kecil yang sepertinya penting bagi penontonnya. Dia sudah berhasil menciptakan sebuah iklim apresiasi yang dicita-citakan dua acara awarding pemerintah tanpa dana berarti.  Anak Purbalingga pelan-pelan tidak melulu berkiblat ke Jakarta dan pede untuk punya cerita sendiri.

"Beda dengan film tentang Jakarta yang didanai DKJ kemaren. Isinya jelek semua," katanya, lagi-lagi di publik.

Kalau yang dia kritik pemerintah, bolehlah di depan umum. Tapi kalau yang dikritik teman sendiri yang bisa kita samperin, perlukah di depan umum? Apalagi kita tahu teman kita masih kesusahan nyari penonton.

Ke tiga kali gue melihat dia, dia dengan sadar menjadi panitia roadshow FFI. Mau mempergunakan uang pemerintah biar teman-temannya bisa jalan-jalan, katanya.

"Menurut lo dia gimana? Soalnya banyak orang yang kapok kerja ama dia," kata pembicara lain.

Gue menceritakan kejadian saat dia presentasi festival filmnya. Sepertinya dua teman filmmaker baru yang gue ajak ke sana agak shock mendengar dia ngomong.

"Bagusnya sih kalau dia ngomong begitu jangan di publik soalnya..."

Gue diam. Memikirkan kalau tidak ada mahkluk seperti dia di Indonesia. Isinya semua orang-orang yang saling memuji.  Sementara filmnya semakin dihina di kalangan penonton.

"Nggak ding. Dia udah seharusnya begitu."


Gak ada yang perlu diubah. Semua ada fungsinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar