Di zaman jumlah penonton film Indonesia
semakin sedikit, jumlah asosiasi produser filmnya semakin banyak. Wakil
ketiganya terlihat bersahabat baik di foto-foto di booth Film Indonesia di
pasar film Tokyo.
Kenapa kita butuh tiga asosiasi produser?
"Tiga asosiasi ini fungsinya beda. Yang
baru ini fokus di produksi film. Yang ke
dua fokus di regulasi. Yang jaman dulu itu
fokus di penyelenggaraan event-event yang didanai pemerintah," kata
salah seorang penulis yang nafkah hidupnya banyakan dari produser asosiasi
baru.
Gue tergabung di asosiasi yang dituduh hobi
ngurusin regulasi. Dengan kata lain, gak pengen bikin film.
Bego.
Asosiasi yang dicurigai gak pengen bikin film
ini isinya ada juga lho produser Laskar
Pelangi dan The Raid. Jadi walaupun mayoritas
anggotanya jarang bikin film, dan sekalinya bikin penontonnya sedikit, tuduhan
asosiasi ini fokus di regulasi memang menusuk dada. Seakan-akan ngurusin
regulasi itu tidak ada hubungannya dengan keinginan membuat iklim film yang
lebih baik biar ujung-ujungnya apa?
Ya bikin film.
Pengen mencabik-cabik mulut tololnya, tapi apa
daya. Memang dia ada benarnya. Sudah
lama gue gak bikin film.
Tapi sebagai Miss Bright Side yang percaya
semua punya jalan masing-masing yang gak boleh dihakimi, gue mencoba mensyukuri
dia dan gerombolannya hobi bikin film banyak.
Biar penonton Indonesia semakin terbiasa dengan supply film Indonesia
yang konsisten sehingga film kita semakin banyak yang nonton.
Semakin dikit tuh.
So, Miss Bright Side... apa sih yang harus
disyukuri dari mereka bikin banyak film?
Gue berpikir keras.
Oh iya. Teman-teman gue dapet kerjaan tetap.
Kalau gak ada asosiasi baru ini, teman-teman gue mau makan apa sementara
nungguin gue berkubang ngurusin regulasi?
That's my girl.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar