Nonton Orange Is The New Black, gue beryukur
kemaren gue gak jadi bikin sinetron di
sebuah TV lokal yang bahkan gue sendiri aja malas nonton. Sejak Sex And The
City, baru kali ini gue menemukan ensemble cast cewe-cewe semenarik mereka. Look-nya biasa, tapi bisa bikin lesbi psycho, transgender,
pembunuh, atau pengedar berasa manusia biasa.
Yang menciptakan Orange lahir dan dibesarkan
di antara penulis dan musisi. Di
Hollywood. Abangnya aja penulis Will and Grace. Dia juga sempet bantuin nulis bentar, walau dia
ngerasa terlalu dark untuk sitcom di
zaman itu.
Ketika akhirnya doi mewujudkan sitcom dark
pertamanya, tentang emak-emak suburb jualan
ganja, Jenji udah tahu kalau mau bikin
karakter-karakter yang dianggap gak menjual gak cukup hanya bermodal ide. Dia juga harus juga memahami tindak-tanduk
Hollywood.
Kalau dia pitch cerita tentang the amazing
women in a prison, gak bakal ada yang mau bayarin. Makanya dia pitchnya tentang
a cute white girl in a prison, a fish
out of water. Setelah dapet duit, barulah
dikeluarkannya cewe-cewe hits yang dianggap kurang menjual oleh nalar produser
kebanyakan tapi ternyata fakta berkata beda.
Tapi tapi tapi... untuk ngerti tindak-tanduk
Hollywood ya harus tumbuh di Hollywood. Dan
gue hanya seekor babi air nun jauh di negara dunia ke tiga.
Tapi kan Mira Nair bisa! Dia juga dari dunia
ke tiga, eh berjaya di Amerika. Selama gue punya original voice kaya dia, pasti
filmnya akan berasa.
Tapi tapi tapi... doi kan kaya dan terpelajar.
Kuliahnya aja Harvard. Pas bikin Monsoon Wedding, dia udah bikin banyak dokumenter pintar.
Sementara gue sepanjang hidup nontonnya
Hollywood. Sering lebih milih Facebook-an daripada berita. Gak punya wawasan soal the important things
in the world.
Tapi Yasmin Ahmad bisa! Filmnya kan gak pernah
ngomongin yang gede-gede, selalu tentang cinta dan keluarga. Asal dibuat tanpa judgement, tetap bisa berasa.
Tapi tapi tapi... emak bapaknya kan menerima
dia tanpa penghakiman. Gak peduli dia kelaminnya apa. Atau jatuh cinta ama
siapa.
Sementara gue gak pernah fully diterima. Bagaimana mungkin orang macam gue bisa
bercerita tanpa menghakimi?
Lalu kudengarlah cerita hidup Bang Joko.
Dan selesailah semua tapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar