Senin, 14 Desember 2015

Isi Kepala Inang Batak Beranak Bujangan

"Kau kurusinlah. Biar ada yang mau," kata Opung-Opung Batak itu.

Don jamur yang tadinya terasa begitu lezat sekarang jadi pahit. I totally lost my apetite.

Setelah Demi Ucok ,  gue kira gue udah bebas dari perjodohan.

"I am not born in a generation where my value depends on who I am married to. Unlike yours," jawab gue defense mode on.

Tapi tentunya Mak Gondut masih mendidik gue untuk gak ngajakin Nenek-Nenek berantem. Jadi gue jawab aja sesopan mungkin.

"Saya gak mau kawin."

Yang ternyata malah menyulut lebih banyak lagi hinaan dari doi.

"Kalau kayak gitu, berarti ada yang aneh sama kau," katanya.

"Yang aneh itu negara ini. Kenapa gue gak bisa nikah sama orang yang gue cinta," jawab gue.

Tapi tentunya gak perlu diajarin Mak Gondut, gue tahu jawaban begitu malah menjerumuskan gue di debat gak perlu dengan nenek-nenek masa lalu.

"Yah kalau gak aneh, gak akan jadi sutradara," jawab gue sok tidak terluka sambil kembali menghabiskan Don Jamur yang gak pengen lagi gue makan. Bukan mengingat gue merasa terlalu gendut untuk standar perjodohannya, tapi biar gue ada kegiatan lain selain ngobrol ama dia.

Anaknya diam saja, merokok. Sepertinya tidak merasa komentar mamanya offensive.

Gue berusaha tidak terluka. Don't take it personally.  Dia tahunya hidup ya begitu.

Si Nenek kembali berkerut,  pusing memikirkan cewe mana yang bisa dijodohkan dengan anaknya sebelum dia mati mengikuti suaminya. 

"Ada saudara kita. Keren, kaya Kirsten Dunst. Tapi galak banget," sambung Deden memecah kesunyian.

"Yang umurnya 35 itu? Janganlah. Ketuaan," jawabnya.


Umur anaknya 37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar