"Kau kurusinlah. Biar ada yang mau,"
kata Opung-Opung Batak itu.
Don jamur yang tadinya terasa begitu lezat
sekarang jadi pahit. I totally lost my apetite.
Setelah Demi Ucok , gue kira gue udah bebas dari perjodohan.
"I am not born in a generation where my
value depends on who I am married to. Unlike yours," jawab gue defense
mode on.
Tapi tentunya Mak Gondut masih mendidik gue
untuk gak ngajakin Nenek-Nenek berantem. Jadi gue jawab aja sesopan mungkin.
"Saya gak mau kawin."
Yang ternyata malah menyulut lebih banyak lagi
hinaan dari doi.
"Kalau kayak gitu, berarti ada yang aneh
sama kau," katanya.
"Yang aneh itu negara ini. Kenapa gue gak
bisa nikah sama orang yang gue cinta," jawab gue.
Tapi tentunya gak perlu diajarin Mak Gondut,
gue tahu jawaban begitu malah menjerumuskan gue di debat gak perlu dengan
nenek-nenek masa lalu.
"Yah kalau gak aneh, gak akan jadi
sutradara," jawab gue sok tidak terluka sambil kembali menghabiskan Don
Jamur yang gak pengen lagi gue makan. Bukan mengingat gue merasa terlalu gendut
untuk standar perjodohannya, tapi biar gue ada kegiatan lain selain ngobrol ama
dia.
Anaknya diam saja, merokok. Sepertinya tidak
merasa komentar mamanya offensive.
Gue berusaha tidak terluka. Don't take it
personally. Dia tahunya hidup ya begitu.
Si Nenek kembali berkerut, pusing memikirkan cewe mana yang bisa
dijodohkan dengan anaknya sebelum dia mati mengikuti suaminya.
"Ada saudara kita. Keren, kaya Kirsten
Dunst. Tapi galak banget," sambung Deden memecah kesunyian.
"Yang umurnya 35 itu? Janganlah.
Ketuaan," jawabnya.
Umur anaknya 37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar