"Kita butuh International Film
Festival," katanya panjang lebar berapi-api kepada Bapak Presiden di suatu
acara yang dinisiasi badan yang seharusnya memajukan ekonomi kreatif. Disiarkan
langsung sebuah televisi nasional, membuat Mak Gondut cepat-cepat menelepon gue
dari Bandung nyuruh nonton tipi.
Yang ditulis di berita-berita tentunya hanya
kita butuh jaringan bioskop baru.
Memang ekonomi duluan. Kreatif belakangan.
Kita sudah punya kok festival film internasional. Bukan Festival Film yang sebenarnya awarding show ya.
Di Jogja. Sudah
10 tahun. Gak bertebaran artis Hollywood kaya Cannes tapi visinya lebih
membumi: film Asia. Gak ngoyo membidik seluruh dunia sementara penduduknya
sendiri juga gak peduli film Indonesia ada atau nggak.
Dulu ada yang peduli. Seorang sutradara Mesir. Terinspirasi sebuah konferensi bangsa-bangsa dunia ketiga
di Bandung, dia sebagai anak bangsa terjajah jadi merasa punya harga diri. Dia
berani membuat film dengan gaya yang berbeda dari dikte negara
penjajahnya.
Kalau sutradara Mesir saja bisa menemukan
dirinya karena sebuah konferensi di halaman rumah kita, kenapa kita tidak?
Mungkin festivalnya harus festival film asia
afrika.