Fee semakin murah. Sutradara semakin banyak.
All the good ones are doing something else.
Ada yang jualan karpet. Ada yang jualan baju mantan.
"Find your lucky stuff here," kata
Lucky menawarkan baju-bajunya sendiri di pasar yang seharusnya menjual barang-barang
mantan.
Turn your past into cash!!!
Gue mencoba mengingat-ingat what past I can
turn into cash?
Gak ada.
"Ini yang gue jualin semua barang gue yang Zara, H&M, pokoknya semua yang fast fashion," bisik Lucky yang baru saja menonton dokumenter
bagaimana industri fast fashion bisa bikin baju semurah itu.
Tentunya dengan mengorbankan kualitas hidup banyak manusia yang dipekerjakannya.
Tentunya dengan mengorbankan kualitas hidup banyak manusia yang dipekerjakannya.
Sekarang baju Lucky local brand.
Mungkin karena Lucky juga merasa senasib
seperti the local brand yang tergerus fast fashion. He is the local brand in the middle of fast
fashion film.
"Anterin beli Starbucks yuk," kata
Lucky setelah jualan sejam dan turn his fashion past into tiga juta rupiah cash.
Lucky belum nonton dokumenter tentang
siapa yang punya Starbucks di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar