Sebuah acara mahasiswa menawari gue 10 juta
untuk jadi juri. Gue langsung mau tanpa tanya-tanya visi misi bla bla bla.
Minggu berikutnya diturunkan menjadi 7.5 juta
karena panitia kurang dana. Tentunya gue tetap mau.
Minggu berikutnya dimundurin seminggu acaranya
karena Bandung ditutup gara-gara KAA. Kok mereka baru tahu?
Gue masih mau.
Datanglah file film-film yang dikompetisikan.
Ternyata cuma sepuluh. Dan gak ada yang bagus.
Kupilihlah tiga yang mendingan.
Datanglah gue ke acara yang ternyata
disponsori salah satu perusahaan properti besar di Indonesia. Yakinlah gue
kalau anak pembesarnya pasti sekolah di universitas ini.
Lalu di depan gue, mereka mentransfer honor
juri lainnya yang selain sutradara, juga
artis ibu kota. Tetap sepuluh juta,
belum kena penyakit 'panitia kurang dana'.
Pindahlah si panitia duduk di sebelah gue,
menanyakan nomor rekening gue. Hendak membayarkan 7,5 juta gue.
Dan jeng jeng duit doi gak cukup.
"Bentar ya, Mbak. Saya telepon Mama
dulu."
Dalam sekejap bertambahlah 7,5 juta ke
rekening gue. Dari nama yang sepertinya mamanya.
Setelah dibayar, naiklah gue dan si artis ibu
kota ke panggung acara yang sepertinya disewa dari vendor kawinan Sunda,
lengkap dengan sofa 80an-nya, dan MC yang merangkap pemain utama di dua film
peserta.
Kenapa anak-anak ini menghabiskan 17.5 juta
untuk juri dan entahlah berapa buat bikin acara ini padahal uangnya bisa
dipakai untuk bayarin sesuatu yang lebih bermakna?
Bikin film, misalnya?
Melihat mereka, gue teringat jaman gue
mahasiswa dengan segala cita-cita besar membuat festival film nasional-lah,
pameran foto-lah, whatever-lah. Makin
besar kukira makin berguna.
Kalau gue bisa ngulang waktu, gue hanya akan
sibuk berkarya. Gak sibuk bikin acara gede-gedean yang cuma bikin gue capek
sendirian, sebel sama temen-temen yang gak ngebantuin, dan gak bermanfaat juga
bagi gue dan sesama.
Selesai semua film diputar, si Artis Ibu Kota
sudah kabur ke Jakarta. Si MC masih berusaha menyemarakkan suasana. Penonton
tetap tak tertawa.
"Tepuk tangan dong buat MC. Hebat lho dia
malam-malam masih ceria padahal gak ada yang ketawa," kata gue. Kasian.
Penonton pun tepuk tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar