Jumat, 23 Oktober 2015

Gede-gedean

Sebuah acara mahasiswa menawari gue 10 juta untuk jadi juri. Gue langsung mau tanpa tanya-tanya visi misi bla bla bla.

Minggu berikutnya diturunkan menjadi 7.5 juta karena panitia kurang dana. Tentunya gue tetap mau. 

Minggu berikutnya dimundurin seminggu acaranya karena Bandung ditutup gara-gara KAA. Kok mereka baru tahu?

Gue masih mau.

Datanglah file film-film yang dikompetisikan. Ternyata cuma sepuluh. Dan gak ada yang bagus.

Kupilihlah tiga yang mendingan.

Datanglah gue ke acara yang ternyata disponsori salah satu perusahaan properti besar di Indonesia. Yakinlah gue kalau anak pembesarnya pasti sekolah di universitas ini.

Lalu di depan gue, mereka mentransfer honor juri lainnya yang  selain sutradara, juga artis ibu kota.  Tetap sepuluh juta, belum kena penyakit 'panitia kurang dana'.

Pindahlah si panitia duduk di sebelah gue, menanyakan nomor rekening gue. Hendak membayarkan 7,5 juta gue.

Dan jeng jeng duit doi gak cukup.

"Bentar ya, Mbak. Saya telepon Mama dulu."

Dalam sekejap bertambahlah 7,5 juta ke rekening gue. Dari nama yang sepertinya mamanya.  

Setelah dibayar, naiklah gue dan si artis ibu kota ke panggung acara yang sepertinya disewa dari vendor kawinan Sunda, lengkap dengan sofa 80an-nya, dan MC yang merangkap pemain utama di dua film peserta.

Kenapa anak-anak ini menghabiskan 17.5 juta untuk juri dan entahlah berapa buat bikin acara ini padahal uangnya bisa dipakai untuk bayarin sesuatu yang lebih bermakna?

Bikin film, misalnya?  

Melihat mereka, gue teringat jaman gue mahasiswa dengan segala cita-cita besar membuat festival film nasional-lah, pameran foto-lah, whatever-lah.  Makin besar kukira makin berguna.

Kalau gue bisa ngulang waktu, gue hanya akan sibuk berkarya. Gak sibuk bikin acara gede-gedean yang cuma bikin gue capek sendirian, sebel sama temen-temen yang gak ngebantuin, dan gak bermanfaat juga bagi gue dan sesama.

Selesai semua film diputar, si Artis Ibu Kota sudah kabur ke Jakarta. Si MC masih berusaha menyemarakkan suasana. Penonton tetap tak tertawa.

"Tepuk tangan dong buat MC. Hebat lho dia malam-malam masih ceria padahal gak ada yang ketawa," kata gue. Kasian.


Penonton pun tepuk tangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar