Sabtu, 03 Oktober 2015

Dari Proklamasi Sampai Salemba


Pagi-pagi gue sudah ditelepon Papi meminta gue mengantar Mak Gondut ke Pasar Senen. Di background, gue mendengar rentetan instruksi Mak Gondut yang lagi mijit merepet nyuruh gue datang jam 12 tepat.

Jam 12 tepat gue datang, Mak masih berdaster, gosip pemakaman Opung Mak kemaren dengan Tante Risma. Dari bukti-bukti yang ada, dicurigai gosip dimulai sejak Mak selesai mijit tadi pagi.

Sejam kemudian, baru dia bergerak ke kamar mandi.

Keluar-keluar, masih melanjutkan gosip yang tersisa.

Jam 2.15 baru kami berangkat, naik agya kecil menuju Senen.

"Masa tadi si Tante Risma bilang ada yang nanya si Papi itu suaminya Opung ya? Itulah si Papi itu kalau Mami beliin baju suka ngomel. Yang lusuh-lusuh dia pake jadinya kan bla bla bla bla..."

Mak Gondut terus menceritakan apa kata Tante Risma seakan-akan dua jam terakhir tadi gue gak ikut mendengarkan.

Tampaknya tidak ada dalam kamus Mak Gondut momen diam sejenak.

"Eh STT Jakarta tuh di sini? " tanya Mak Gondut tiba-tiba menunjuk sebuah bangunan jengki di kanan.

"Iya. Dalemnya bagus deh," kata gue menceritakan kalau rumah-rumah tua di dalamnya masih dicat dengan coklat indah dan dipercantik dengan pisang kipas.

"Ngapain kau ke situ?" tanya Mak kepo.

Pembukaan Q Film Festival.

"Ya seringlah ke situ," jawab gue enggan menjawab.

"Ngapain?" tanya Mak  lagi.

"STT Jakarta kan welcomed sama gay," jawab gue menyerah.

Mak diam.

Ternyata Mak bisa diam.

Di depan RSCM, gue kembali menambahkan, "Mami tahu pendeta Jalan Jambu (HKBP) yang didemo karena dianggap pro gay itu? Kan lulusan STT Jakarta."

Mak tetap diam.
 
"Ini belok kiri ya?" tanya gue di Simpang Salemba,  pura-pura gak liat si papan hijau besar-besar bertuliskan Senen dan panah kiri.

"Iya belok kiri," jawab Mak dilanjutkan diskusi panjang lebar sebaiknya kalau ke Pasar Senen kita parkir di dalam atau nggak.

Now we know how to get her quiet.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar