Pagi-pagi gue sudah ditelepon Papi meminta gue
mengantar Mak Gondut ke Pasar Senen. Di background, gue mendengar rentetan
instruksi Mak Gondut yang lagi mijit merepet nyuruh gue datang jam 12 tepat.
Jam 12 tepat gue datang, Mak masih berdaster,
gosip pemakaman Opung Mak kemaren dengan Tante Risma. Dari bukti-bukti yang
ada, dicurigai gosip dimulai sejak Mak selesai mijit tadi pagi.
Sejam kemudian, baru dia bergerak ke kamar mandi.
Keluar-keluar, masih melanjutkan gosip yang
tersisa.
Jam 2.15 baru kami berangkat, naik agya kecil
menuju Senen.
"Masa tadi si Tante Risma bilang ada yang
nanya si Papi itu suaminya Opung ya? Itulah si Papi itu kalau Mami beliin baju
suka ngomel. Yang lusuh-lusuh dia pake jadinya kan bla bla bla bla..."
Mak Gondut terus menceritakan apa kata Tante
Risma seakan-akan dua jam terakhir tadi gue gak ikut mendengarkan.
Tampaknya tidak ada dalam kamus Mak Gondut
momen diam sejenak.
"Eh STT Jakarta tuh di sini? " tanya
Mak Gondut tiba-tiba menunjuk sebuah bangunan jengki di kanan.
"Iya. Dalemnya bagus deh," kata gue
menceritakan kalau rumah-rumah tua di dalamnya masih dicat dengan coklat indah
dan dipercantik dengan pisang kipas.
"Ngapain kau ke situ?" tanya Mak
kepo.
Pembukaan Q Film Festival.
"Ya seringlah ke situ," jawab gue
enggan menjawab.
"Ngapain?" tanya Mak lagi.
"STT Jakarta kan welcomed sama gay,"
jawab gue menyerah.
Mak diam.
Ternyata Mak bisa diam.
Di depan RSCM, gue kembali menambahkan, "Mami
tahu pendeta Jalan Jambu (HKBP) yang didemo karena dianggap pro gay itu? Kan
lulusan STT Jakarta."
Mak tetap diam.
"Ini belok kiri ya?" tanya gue di
Simpang Salemba, pura-pura gak liat si
papan hijau besar-besar bertuliskan Senen dan panah kiri.
"Iya belok kiri," jawab Mak
dilanjutkan diskusi panjang lebar sebaiknya kalau ke Pasar Senen kita parkir di
dalam atau nggak.
Now we know how to get her quiet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar