Senin, 10 Maret 2014

Selimut Bulu Putih

Gue menelungkup hangat dengan selimut bulu putih yang dulu dibeli untuk dia. Saat ini sudah tak wangi dan tak putih lagi. Walau tak cukup lebar menutupi jeri-jemari kaki, tapi cukup menghangatkan malam-malam sendiri.

Sayup-sayup dari luar gue mendengar suara perempuan lain.  Tadinya mau bangun dan menyapa, gak jadi karena mereka ngomongin gue.

"Si Atid kayanya udah balik gendut lagi ya? Kenapa sih dia?" tanya si perempuan.

"Mostly masalah percintaan," jawab si lelaki sambil membuat kue coklat. Baunya hampir menggoda gue untuk bangun, tapi tetap bertahan karena kekepoan.

"Percintaan mana? Masih yang dulu itu?"

"Iya kayanya."

Padahal  gue selalu bilang ke dia kalau gue sudah baik-baik saja. Penyebab jerawat dan kegendutan sudah gue lemparkan pada pekerjaan yang membuat mahkluk pagi ini  bobo sering jam 3 pagi.  Sudah gue salahkan juga kurang minum air putih.  Salahkan makan sembarangan. Salahkan pencurian coklat. Dan berbagai alasan lainnya.

Gue kira dia percaya.

Mereka melanjutkan makan kue coklat bebas tepung bikinannya. Gue tetap bersembunyi di dalam kamar. Sudah terlanjur pura-pura tidur, dilanjutkan saja sampai pagi.

Gue merapatkan selimut, membayangkan malam ini gue dipeluk.


Mungkin besok wajah ini akan kembali mulus dan badan langsing singset jelita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar