Rabu, 26 Maret 2014

Menulis/ Melolong

Seorang teman menelepon, mengajak gue jadi moderator sebuah ngobrol-ngobrol santai di perpustakaan miliknya.

"Pengennya gak usah yang heboh-heboh ngundang kaya Nia Dinata atau Ayu Utami gitu."

Dan diajaklah gue.

"Kan tahun lalu udah party-party, ulang tahun yang sekarang pengennya lebih one on one," katanya lagi mengingatkan party ulang tahun Rumah Buku tahun lalu.

Saat itu gue datang telat, langsung menyasar sisa-sisa tumpeng dan kue-kue manis sementara dia bermusik ria di depan. Gue datang  bersama  Ibu Marintan. Saat itu memang hampir tiap hari gue bertemu Ibu Marintan.  Kayanya karena saat itu gue mengira Dongeng Bawah Angin akan segera shooting bulan berikutnya.

Tak terasa sudah satu tahun dan script Dongeng Bawah Angin belum final juga.

Bukan karena gue terlalu sibuk menyiapkan launching Selamat Pagi, Malam. Ada beberapa hari yang bisa dengan leluasa gue pergunakan menulis tapi tidak juga menulis.

Takut.

Sudah film ke tiga ternyata gue masih takut juga.  

Jangankan menulis film panjang. Memulai menulis blog pun menakutkan.

Empat belas hari yang lalu gue seharusnya menulis blog,  tapi ditunda ke tomorrow.  Empat belas hari berlalu dan that tomorrow tak kunjung tiba. Gue melolong-lolong karena tidak mampu menjelaskan banyak perasaan dalam kata-kata.

Untung ada brief wawancara pendiri Rumah Buku yang harus gue baca. Jadi ada alasan menunda menulis.

 "Nulis itu ibarat taik. Kalau taik-nya mau bagus ya harus  makan yang banyak dan sehat," katanya.

I did. Dua minggu ini bukannya menulis, gue malah makan banyak-banyak. Tidak sehat sih. Martabak dan berlemak. Akhirnya taik di pagi hari menjadi ciprit-ciprit  tercerai berai dan blog belum juga  ditulis.

Tapi warnanya lumayan kuning sehat kok. Seperti warna kaosnya yang  gue pinjam dan tidak berencana dikembalikan.

"Kalau mau menulis, ya harus banyak membaca yang sehat," katanya melanjutkan nasehat.

Oh mungkin itu makanya gue tidak menulis. Bukan gara-gara makanan.

Mungkin semuanya ini berkaitan.

Kebanyakan makan, nggak nulis-nulis, mencuri kaos, dan melolong rindu.


Daripada melolong mungkin lebih baik menulis.  Agar di bulan purnama nanti gue tidak terbawa gila dan merusak telinga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar