"Ntar marathon girls mau pada
datang," serunya gembira sambil menitahkan gue datang ke launching
webseries bertema LGBT yang dia produseri.
The Marathon Girls adalah teman-teman maraton
teman kita. Empat dari enam dicurigai lesbian.
Tentunya gak ada yang ngaku.
"Gak pede, Teh... Gimana coba ngedeketin
orang yang gak out?" jawab gue bingung.
"iiiihhh... lu gak pede muluk. Udah be
yourself aja...," katanya gemas.
Gue langsung menciut.
Gue memandangi wajah gue di kaca. Gak
jelek-jelek amat sih. Kalau saja gak banyak bekas jerawat, dan kalau saja
sedikit lebih kurus, dan kalau saja... bla bla bla.
Gue membuka kotak baju gue. Beberapa kaos
putih dan beberapa kaos hitam serupa membuat gue terlihat gak pernah ganti baju
padahal bajunya beda-beda.
Abis gue jarang belanja. Sekalinya belanja dan
ada yang muat ya gue beli aja lima.
Kalau mau be my self, ya nanti gue datang
dengan kaos hitam atau putih ini. Tergantung yang paling atas di tumpukan ntar
yang mana.
Tapi this version of myself mungkin gak
semenarik itu buat The 4 Marathon Girls.
"Ada yang out juga kok. Si ***** mau
ngajak temen-temen bulenya," titah si host yang satunya lagi. Lelah
melihat gue drama dengan cinta lama yang dia yakin gak akan pernah ninggalin
suaminya.
Once upon a time, ada masa di mana gue gak
merasa cantik tapi yakin Tuhan telah menyediakan jodoh buat gue walaupun warna
baju gue cuma dua.
Saat itu gue masih putih bersih dan melihat
dunia dengan nothing but confidence.
Tapi that confidence from once upon a time
sudah lama terkikis, digantikan insecurity kalau mungkin orang sehitam gue
memang sudah ditakdirkan gak punya siapa-siapa.
"Lu tuh kebanyakan mikir deh. Udah
pokoknya dateng aja," katanya yang lebih percaya Universe daripada Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar