Rabu, 12 Maret 2014

Hitam atau Putih

"Ntar marathon girls mau pada datang," serunya gembira sambil menitahkan gue datang ke launching webseries bertema LGBT yang dia produseri.

The Marathon Girls adalah teman-teman maraton teman kita. Empat dari enam dicurigai lesbian.

Tentunya gak ada yang ngaku.

"Gak pede, Teh... Gimana coba ngedeketin orang yang gak out?" jawab gue bingung.

"iiiihhh... lu gak pede muluk. Udah be yourself aja...," katanya gemas.

Gue langsung menciut. 

Gue memandangi wajah gue di kaca. Gak jelek-jelek amat sih. Kalau saja gak banyak bekas jerawat, dan kalau saja sedikit lebih kurus, dan kalau saja... bla bla bla.

Gue membuka kotak baju gue. Beberapa kaos putih dan beberapa kaos hitam serupa membuat gue terlihat gak pernah ganti baju padahal bajunya beda-beda.

Abis gue jarang belanja. Sekalinya belanja dan ada yang muat ya gue beli aja lima.

Kalau mau be my self, ya nanti gue datang dengan kaos hitam atau putih ini. Tergantung yang paling atas di tumpukan ntar yang mana.

Tapi this version of myself mungkin gak semenarik itu buat The 4 Marathon Girls.

"Ada yang out juga kok. Si ***** mau ngajak temen-temen bulenya," titah si host yang satunya lagi. Lelah melihat gue drama dengan cinta lama yang dia yakin gak akan pernah ninggalin suaminya.

Once upon a time, ada masa di mana gue gak merasa cantik tapi yakin Tuhan telah menyediakan jodoh buat gue walaupun warna baju gue cuma dua.

Saat itu gue masih putih bersih dan melihat dunia dengan nothing but confidence.

Tapi that confidence from once upon a time sudah lama terkikis, digantikan insecurity kalau mungkin orang sehitam gue memang sudah ditakdirkan gak punya siapa-siapa.

"Lu tuh kebanyakan mikir deh. Udah pokoknya dateng aja," katanya yang lebih percaya Universe daripada Tuhan.

Ya udah baju item deh. Kayanya lebih menguruskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar