"Lo mau pakai baju itu?" tanya sang Wardrobe Designer dan Make Up Artist sambil memandang gue nista.
Gue menciut. Apa yang salah dengan
kaos kuning dan legging ini?
Malam ini Selamat Pagi, Malam limited screening untuk pertama kalinya. Hari ini gue producer only, gak merangkap director and writer. Jadi gak ada alasan berpenampilan busuk kaya waktu cin(T)a atau Demi Ucok.
Sutradaranya aja trendy.
"At least leggingnya jangan yang terang juga, Tid," katanya sambil melambaikan legging hitam. Lumayan diskon 20%.
Ditambah jas seharga
999,000. Jas-jas di toko lain lebih mahal lagi. Di tokonya Bang Alexander Mc Queen kemeja aja 3.5 juta.
Ternyata orang Jakarta kaya-kaya ya.
"Ah kan yang dateng temen-temen semua. Gak usahlah rapi-rapi," raung gue tak rela mengeluarkan sejuta untuk jas.
"Tapi kan ada calon sponsor juga!"
Oh iya. Lupa.
Dibelilah itu jas satu juta demi membuat gue terlihat lebih presentable.
Dan ternyata malam ini calon sponsor gak ada yang datang.
Salah gue juga sih ngundangnya bukan yang top of the top. Ngundangnya masih para bawahan yang boro-boro punya taste dan keberanian untuk mendukung film indie tanpa nama. Mereka udah overload kerja dan kecapean berusaha memuaskan selera bos mereka.
"I rediscovered my faith in
Indonesian dramas," kata Melissa Karim.
"Ini film favorit gue sepanjang
perfilman Indonesia," kata Nia Dinata.
"Kurangnya pilim ini ya gak ada aku
aja," kata Joko Anwar.
Dan gak perlu jas satu juta untuk
membuat mereka terkesan. Gue tersenyum bahagia menyadari masih ada orang-orang seperti mereka di Jakarta.
Tapi mendengus sebal mengingat para sponsor ingkar janji.
"Kalau sampai film ini gak laku,
there is something seriously wrong with our people," tambah Melissa.
Well, di tengah-tengah Jakarta palsu yang manusia-manusianya overwork dan ignorant ini... maybe there is something seriously wrong with us.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar