Rabu, 18 Mei 2016

Tanah Sawah

Menyetirlah kau mengikuti tol menuju bandara, susurilah perimeter utaranya, menuju Tanah Banten bagian Utara, melewati sungai-sungai berkapal, tanda kita tak jauh dari muara, di mana tak lama lagi akan dibangun PIK dua.

Tak jauh dari jembatan, ada sebuah kecamatan berama Pakuhaji. Tinggal belok kanan, sampailah kau di Tanah Mami.

Eh salah jalan, kayanya belok kiri.

Perasaan dulu di jalan sini gak ada paving block deh. Coba belok kanan.

"Keterusan, Bu! Ini udah kecamatan. Ibu balik lagi, belok di SD."

Balik lagi menyusuri jalan yang baru gue sadari sudah dibeton berkilo-kilo, padahal kanan kiri masih kampung.

Mungkin karena di depan sana mau dibangun PIK 2.

"Eh itu deh SD-nya kelewatan."

Balik lagi.

Beloklah kami ke jalan tak berbeton, melewati sawah kanan dan kiri. Salah satu sawah kanan dan kiri itulah ternyata Tanah Mami, tanah tak bersertifikat. AJB-nya pun bukan atas nama Mami. Atas nama kakaknya, yang baru meninggal, yang suaminya mau kawin lagi dengan janda beranak tiga. Harus buru-buru dijual sebelum  ahli warisnya nambah.

"Kalau sebelum lebaran bolehlah 250 ribu semeter. Kalau abis itu, beda lagi," kata Mak mendengar petugas kecamatan menyarankan gak usah bikin sertifikat. Bisa 100-200 juta. Dijual saja ke orang yang kena gusuran karena perluasan bandara.

Dulu mami beli 6000 semeter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar