"Kenapa film Indonesia gak ada yang bagus?" protes seorang penonton Ambon yang kemaren akhirnya nonton di XXI Ambon sebuah film yang katanya menembus rekor sejuta penonton dalam hanya satu wiken. Is this the best Indonesian Cinema can do?
Gue tidak kuasa membela. Filmnya sok dewasa padahal kekanak-kanakan, dipenuhi karakter cewe Indonesia yang wisatanya melulu kuliner dan belanja.
Tapi yang main cakep sih.
Tiap ditanya filmnya bagus atau nggak, gue gak berani bilang jelek. Bukan hanya karena yang bikin teman-teman sendiri dan gue tahu betapa lelahnya mereka bekerja, tapi juga karena kalau mereka sukses, bagus untuk image industri di mana gue juga mencari nafkah di dalamnya. Toh gak ada yang terlalu offensive atau mengganggu hati nurani di film ini. Jadi gue memutuskan untuk tidak mengkritik film ini, lebih baik berdoa kesuksesan mereka berdampak bagi film lain.
Tapi apakah suksesnya film ini akan membuka jalan bagi film lain? Atau malah akan memperkuat keyakinan para produser dan sponsor kalau film yang sukses ya harus film adaptasi, diperankan para pemeran yang sangkin menjualnya bisa ngubah jadwal semua orang, dan dibuat dengan modal 20 M ke atas?
Jangan-jangan apa yang terjadi di Amerika akan terjadi. Film-film menengah akan semakin langka di bioskop. Kita hanya bisa menikmati film-film yang belum cukup matang tapi sudah dihadapkan dengan kerasnya periklanan.
Tapi mungkin bioskop penghuni mall milik para konglomerat memang dibuat untuk film begitu. Film alternatif tidak hanya cerita dan pembuatannya saja yang alternatif, tapi harus alternatif sampai ke penayangan dan promosinya.
Semakin yakin film gue harus tayang di tempat lain.
Walaupun belum tahu caranya.
But that's the beauty of this life I chose. Every step is a step of faith.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar