Selasa, 31 Mei 2016

Like My Dad

Gue membanting pintu mobil di depan seorang cowo Batak yang sebenarnya baik-baik saja tapi selalu gue judesin.

"I don't like the way he speaks. He reminds me of my dad," kata gue tanpa mikir.

"Interesting," kata seorang teman tanpa komentar lebih lanjut, membuat gue malah jadi mikir.

Kenapa gue gak suka denger orang yang gaya ngomongnya kaya Papi? Bukankah Papi selalu baik dan ada untuk gue?

Enam tahun kemudian, mendengarkan Papi ngobrol di telepon dengan seorang toke kelapa sawit sementara gue nyetir, baru jawabannya kepikiran.

Gaya Papi ngomong mengakali biar si toke kelapa sawit beli rumahnya di Medan sama dengan gayanya ngomong ke gue. Menurut Papi, itulah gaya ngomong paling tokcer untuk meminta tanpa terkesan meminta. Dipuji-puji dulu, dan diakhiri dengan pertanyaan, jangan permintaan. Biarkan si toke yang menawarkan diri, seakan semua idenya.

Kata Papi, lihai.

Kata gue, bulus tapi kebaca.

Gue bukan toke kelapa sawit. Gue anaknya. Papi gak perlu berlika-liku kalau mau minta tolong gue jemput atau pesenin tiket. Gue gak suka diperlakukan kaya some rich strangers yang harus dibulusin biar dapet maunya.

Oh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar