Senin, 09 Mei 2016

Pindah Ke Kanada

Seorang teman ingin pindah ke Kanada, menambah satu lagi daftar kelas menengah yang tak mau lagi stucked di Jakarta.

"Gaji sebulan habis cuma buat bayar anak typhus," keluhnya di Whatsapp Group.

"Emang gak ada BPJS?"

"BPJS tuh cuma buat sakit-sakit kecil di Puskesmas. Gak termasuk tes-tes jutaan dan rawat jalan."

Dia juga khawatir anaknya tumbuh di Indonesia, diajar di sekolah yang makin lama makin mahal. Yang guru-gurunya tidak ingin jadi guru. Lulus-lulus paling banter masuk institut tempat kami belajar, yang bahkan gak masuk 100 besar di Asia.

"Lo homeschooling aja. Trus masukin ke Jendela Ide, sanggar seni gitu di Bandung. Banyak banget anak2 brilian di sana."

"Emang kerja bisa homeschooling?"

"Nggak sih kalau lo kerjanya di perusahaan arsitek gede. Harusnya lo kerja jadi arsitek kaya Sam Mockbee gitu, melipir keluar Jakarta. Daerah paling miskin di Alabama sekarang jadi display modern architecture murah meriah keren."

"Gue stucked di sini... Dengan kerjaan yang no benefit, no vacation. Gue udah cape ama Indon."

"Ya kalau bisa pindah, pindahlah. Gak semudah itu lho pindah. Kalau gak bisa, mending coba google Sam Mockbee dan Rural Studio-nya."

Dia tidak lagi menjawab WA. Mungkin tidak suka sama Sam Mockbee. Mungkin tidak suka lagi penat malah disuruh berubah. Mungkin sibuk ngurusin anak lagi typhus. Mungkin lembur.

"Janganlah ke Kanada, ntar gue gak ada teman. Temen gue gak banyak," kata seorang teman yang tinggal di Bogor.

Teman lain yang tinggal di Malaysia dan Singapur tidak menyahut.

Mungkin sibuk bekerja. Mungkin gak mau menambah penat. Mungkin di sana sama saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar