Minggu, 19 Januari 2014

Hujan

Air menetes turun miring sikit digeser angin kereta parahyangan. Sawah hijau bertingkat-tingkat dan langit kelabu berduet menjadikan  lukisan agak monokrom dengan tambahan hijau hijau.

Hujan pagi hari di dalam kereta api eksekutif 110 ribu ini memang romantis. Membuat hati mensyukuri walau masih sendiri.

Sudah lupa berita air sudah 6 meter di kampung pulo tadi pagi. Atau iringan manado2 kaya tomohon yang mengusung peti sanak keluarganya akibat banjir bandang.

Kembali menikmati sawah hijau sepanjang padalarang... Sampai ke karawang, sawah hijau berganti danau coklat. Di sisi2nya tenda darurat para pengungsi.

Haruskah gue berhenti di Jatinegara saja, keluar dari kereta api eksekutif dan bergabung dengan para relawan?

Ah tapi kan sudah ada jokowi. Dan dedi mizwar. Dan caleg2 partai.

Apakah gue harus ada interest politik dulu untuk turun tangan jadi relawan?

Tapi banjir jakarta bukan bencana alam. Ini bencana yang memang sudah direncanakan. Ketika kita mendesain gorong-gorong seupil, menyesakinya dengan pipa dan kabel, membiarkan waduk dipenuhi rumah warga,  dan pohon berganti villa. I am not going to sacrifice myself for someone else's mess.

Really? Are u sure this is not your mess? Dengan lo sekolah disubsidi dan sekarang lo malah bikin film aja lo sudah menyia-nyiakan subsidi negara 15 juta per tahun.

Tapi bingung mulai dari mana.

I guess I am a selfish ignorant bitch. And unfortunately, I am not the only one.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar