Senin, 27 Januari 2014

Everybody A Wreck

"Mbak, ini tiketnya Gambir ke Bandung," kata petugas menghalangi gue masuk stasiun Bandung.

Gue langsung marah-marah.

"Saya jumat lalu baru dari Gambir. Belinya PP dengan tiket saya ke Gambir hari ini. Ga mungkin dong saya beli tiket dua-duanya gambir bandung? Ini pasti kesalahan yang ngeprint."

Dilanjutkan marah-marah di loket.

Marah-marah di customer service.

Kemungkinan gue yang salah nulis formulir sebenarnya sudah menjalari memori, tapi bibir tetap menyerang. Jangan sampai akibat keteledoran gue, Papi gak bisa ke Jakarta hari ini. Harus hari ini. Jantung gak boleh menunggu.

Gue tetap ngotot dengan sisa-sisa kejutekan terakhir, walaupun tahu mungkin ini salah gue. Kalik aja dengan marah-marah Papi bisa sampai Jakarta.

Gak bisa.

Gue cepat-cepat memesan travel, dapat jam 8 pagi untuk satu orang. Masih sempat sampai RSPAD sebelum jam 12, sebelum administrasi tutup. Papi menyusul saja nanti naik kereta.

Tapi papi tetap menemani ke travel dengan harap-harap tiba-tiba ada seat.

Di dalam taksi dari stasiun ke travel, gue baru sadar tas hitam berisi peralatan elektronik gue tertinggal di stasiun.

Tinggal 20 menit menuju jam 8.

Haruskah gue bilang Papi dan mengakui kalau gue sekali lagi ceroboh? Atau diam saja menyelamatkan harga diri gue dan kehilangan headphone, hard disk, mp3 player, power bank, dan semua charger hp tabs dll?

"Papi, tas hitam atid ketinggalan di stasiun."

Papi hanya tertawa. "Jadi nonanya mau balik ke stasiun aja coba nyari?"

Gue melihat jam. Tinggal 15 menit.

Bingung.

"Atid ke jakarta ajalah duluan. Daftar dulu. Toh belum tentu juga tasnya ada. Papi aja yang balik ke stasiun, sekalian papi naik kereta jam 12," usul Papi.

"Maaf ya pi."

Papi hanya tersenyum bulus sambil memberikan 100 ribu untuk ongkos travel.

Ditambah 100 lagi buat taksi, katanya.

Ditambah 100 ribu lagi buat nonanya minum-minum Starbucks di Gambir.

Nonanya gak dimarahi.

Gue duduk tenang di dalam travel. Tidak mengkhawatirkan tas hitam gue lagi. Somehow gue tahu tas itu tidak hilang.

Tiba-tiba HP berdering.

"Dek, tas hitamnya sudah di papi ya. Ketemu di Gambir nanti."

Gue mengurus administrasi di RSPAD dengan tanpa menggerutu seperti biasa.  Tidak sebal melihat PNS underpaid ga becus kerja.

Karena gue baru sadar hari ini  gue juga ga becus kerja. Dan gue tidak dihakimi.

Dan ketika ternyata terbukti kemudian memang gue yang salah nulis formulir kereta, Papi juga cuma ketawa.

"Ya pengalamanlah," kata Papi sambil memberikan uang dua ratus ribu. Kali ini entah buat apa.

Malamnya gue ketemu si mas mas Laundry Shop Kalibata City yang nyuruh gue datang lagi besok malam. Hari ini dia sudah keburu setoran, gak bisa gantiin duit langganan.

Gue cuma melenggang pergi tanpa marah-marah. Bersyukurlah dia gue sudah pensiun menghakimi.

We're all a wreck here. No need to feel superior.

Today was a very good day.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar