"Ya aku mau bikin
film pake caraku. Kalau salah, ya salah aku. Resikoku," kata seorang
peserta mengkritik mentor kelompoknya.
Gue teringat hasil kerjanya di kelas sutradara kemarin.
Filmnya paling buruk, bikinnya paling lama, tapi paling belagu.
Gue pun dulu begitu.
Sampai gue sadar ego gue lebih gede daripada bakat gue.
Untungnya bikin film gak perlu bakat. Cuma perlu kerja keras dan banyak
mengamati dengan hati terbuka. Jadi anak-anak kurang berbakat kaya gue masih
ada harapan.
Makanya gue lebih suka denger roundtable actress daripada
roundtable directors. Gue belajar lebih banyak dari sana karena actresses lebih
handal mendengarkan daripada directors. Bahkan actress paling diva sekalipun
selalu mendengarkan. Roundtable-nya jadi lebih rileks, menyenangkan, dan
menginsipirasi. Beda dengan roundtable directors yang lebih berasa me me me.
Tapi directors bagus beda. Mereka juga selalu gemar mendengar.
Bahkan yang terkenal paling keras kepala
dengan visinya macam David Fincher atau Ridley Scott surprisingly sangat
kolaboratif kalau kita nonton behind the scenes mereka.
Pantas gak banyak director bagus di sini. Too much ego. Gak
banyak mendengar. Padahal sebagai sutradara, banyak sekali suara-suara kecil
yang harus kita suarakan. Suara-suara yang terlalu kecil untuk didengarkan
kalau kta kebanyakan ngomong.
Tapi gue memilih diam, membiarkan dia mengira dia memang hebat
adanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar