Senin, 04 Juli 2016

Too Much Pride Here

"Ya aku mau  bikin film pake caraku. Kalau salah, ya salah aku. Resikoku," kata seorang peserta mengkritik mentor kelompoknya.

Gue teringat hasil kerjanya di kelas sutradara kemarin. Filmnya paling buruk, bikinnya paling lama, tapi paling belagu.

Gue pun dulu begitu.

Sampai gue sadar ego gue lebih gede daripada bakat gue. Untungnya bikin film gak perlu bakat. Cuma perlu kerja keras dan banyak mengamati dengan hati terbuka. Jadi anak-anak kurang berbakat kaya gue masih ada harapan.

Makanya gue lebih suka denger roundtable actress daripada roundtable directors. Gue belajar lebih banyak dari sana karena actresses lebih handal mendengarkan daripada directors. Bahkan actress paling diva sekalipun selalu mendengarkan. Roundtable-nya jadi lebih rileks, menyenangkan, dan menginsipirasi. Beda dengan roundtable directors  yang lebih berasa me me me.

Tapi directors bagus beda. Mereka juga selalu gemar mendengar.  Bahkan yang terkenal paling keras kepala dengan visinya macam David Fincher atau Ridley Scott surprisingly sangat kolaboratif kalau kita nonton behind the scenes mereka.  

Pantas gak banyak director bagus di sini. Too much ego. Gak banyak mendengar. Padahal sebagai sutradara, banyak sekali suara-suara kecil yang harus kita suarakan. Suara-suara yang terlalu kecil untuk didengarkan kalau kta kebanyakan ngomong.

Tapi gue memilih diam, membiarkan dia mengira dia memang hebat adanya.

Ada banyak hal yang memang tak bisa diajarkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar