Minggu, 07 Agustus 2016

Harta Mak Gondut

"Itu koper jangan dibawa. Masukin lagi," kata Mak Gondut melihat koper Delsey Deden yang selalu dia pakai karena paling mahal dikeluarkan dari lemari gudangnya. Enam koper besar-besar lain yang gak pernah dia pakai tapi gak rela dikasih orang boleh dipakai.

"Mi, koper yang itu untuk baju bayi. Kan yang lain udah berdebu. Kasihan kalau Sergie Shema bajunya kotor," bujuk gue mengeluarkan jurus Sergie Shema yang selalu ampuh untuk Mak Gondut.

Berangkatlah gue membawa 6 koper ke Jakarta. Mak Gondut ikut.

"Mami lagi gak punya duit ya. Kau kan yang bayar bensin?"

Gue mengangguk.

Padahal Chica.

"Sekarang Mami harus punya uang 85 juta sebulan untuk bayar cicilan rumah," raung Mak Gondut sedih.

Dia membeli 5 apartemen/ rumah kos biar bisa jadi passive income di hari tua. Harus dicicil selama 6 bulan ke depan. Tadinya mengharapkan salah satu rumah yang dia punya sekarang terjual. Taunya susah sekali.

"Tapi biasanya kalau kejual, pasti harganya bagus," kata Mak Gondut yakin mengingat pengalamannya dulu-dulu. Tidak mempedulikan ekonomi dunia tengah berubah dan kemungkinan orang sudah kebanyakan rumah.

Gue tergoda ngomongin investasi itu sebaiknya yang produktif buat masyarakat, jangan jual beli rumah. Negara ini masih butuh makanan, baju, dan pendidikan yang bagus. Kalaupun mau investasi di rumah, lebih baik invest di anak-anak muda yang bervisi membangun kota yang lebih inklusif, bukan cuma meraup keuntungan dari selisih harga jual atau sewa.

"Mami mau pisang goreng?" tanya gue.

"Mau. Sama koran Kompas ya."

Gue membayar.

Padahal Chica.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar