"Tahu lagu-lagunya?" tanyanya.
"Beberapa," jawab gue.
"Coba sebut apa aja."
Gue terkekeh, ketahuan bohong.
"Itu namanya nggak tahu."
Yang gue tahu cuma doi sepenting itu sampai dijadiin nama taman yang bukan taman. Ternyata banyak sekali lagu wajib jaman SMP ternyata ciptaan doi. Gugur Bunga, Rayuan Pulau Kelapa, Sepasang Mata Bola, Juwita Malam, Selendang Sutera, Bandung Selatan Di Waktu Malam...
"Gue ketemu istrinya di Dayeuh Kolot," katanya menceritakan betapa sedih dan terpinggirkannya akhir hidup mereka. Dia berjanji suatu hari akan membuat film tentang Ismail Marzuki, dan kisah cintanya dengan Eulis si penyanyi keroncong yang hidup terlupakan di ujung Bandung.
Sudah tiga puluh tahun berlalu.
Ismail Marzuki masih cuma taman di benak pemuda pemudi macam gua.
"Sedih ya? Banyak ide tapi gak dibuat-buat," katanya tanpa meminta dikasihani.
Sempat sedih, tapi langsung ingat Jodorowsky's Dune.
"Kayanya waktunya sebentar lagi," katanya menyemangati diri sendiri.
Gue mengangguk-ngangguk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar