"Gara-gara lo ganti nama jadi Sammaria Simanjuntak sih," kata Sally melihat angka 13 berderet memenuhi hidup gue sampai menjelang forty nanti.
Sudah beberapa kali Sally meramal gue dengan apps numerologi gratisannya. Sudah beberapa kali gue mendengar angka 13 akan menghadang. Ternyata gue masih saja gentar.
Padahal angka 13 tidak cuma hidup susah. Banyak pemimpin besar dan seniman hebat yang malah berkarya ketika angka mereka tiga belas. Harusnya gue bersyukur. Apa susahnya sih hidup susah?
Tapi mendengar Hegar jalan hidupnya penuh angka delapan, artinya kemakmuran, gue mikir juga. Tidak usah pakai numerologi pun sebenarnya gue sudah tahu Hegar lebih makmur. Hegar lebih banyak dipanggil produser Jakarta. Mobilnya sudah Nissan Livina. Dan baru-baru ini Hegar gesit merambah dunia potong ayam.
Bu Marintan jalan hidupnya penuh angka sembilan, angka spiritual. Makanya dia selalu intuitif dan dekat dengan alam.
Awal jalan hidupnya damai, tidak ada konflik. Dia suka mengajar dan yang diajar suka diajar.
Hanya gue yang dipenuhi angka 13. Gue melanjutkan hunting konsumerisme Paris Van Java sambil bertanya-tanya andai gue memilih jalan berbeda. Gue pasti sedang belanja H&M dan Zara tanpa berpikir duit dan dampaknya bagi lingkungan.
"Emang mereka kenapa ama lingkungan?" tanya Hegar.
Gue memilih menjawab seadanya dan membiarkan dia di jalan delapannya. Lanjut meminta Hegar merekam tulisan-tulisan 'Better Cotton, Better Fashion' yang membuat mereka terkesan peduli.
"Kalau lo pakai nama asli, angka lo 5. Jadi jalan-jalan," kata Sally menyambut kami yang kembali karena kehabisan batre.
Gue terharu. Sally menghitung nama asli pasti manual. Nama gue terlalu panjang untuk dihitung gratisan.
"Jadi hidup lo kombinasi keduanya lah. Jalan-jalan dan hidup susah."
Sounds like a filmmaker.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar