Dulu gue mengambil keputusan mengikuti penciuman. Nyari kerjaan, nyari teman, nyari tempat, selalu gue endus-endus. If it smells like home, then it is home.
Gue tahu gue akan kerja di Singapur begitu gue melihat skylinenya dari feri. Gue tahu gue akan kembali ke Sony Center pertama kali gue melihat kubahnya. Dan gue tahu gue akan kembali ke LA, Paris, Penang, dan Danau Toba.
Yang bukan tempat gue: Serpong, Depok, dan Hawaii.
Tapi semakin dewasa, gue mulai meragukan penciuman gue. Terlalu banyak tempat/ teman/ kerjaan yang tidak sesuai penciuman. Mungkinkah ini cuma produk dari insecurity gue sendiri? Mungkinkah gue cuma kebanyakan halusinasi? Ataukah mereka memang bukan jodohku?
Padahal kalau diingat-ingat memang akhirnya semuanya tak berakhir sesuai harapan. Mungkin kalau gue lebih banyak mengikuti penciuman, gue akan lebih banyak waktu menulis dan lebih sedikit mengemis.
Tanpa perlu mengendus, kantor ini sebenarnya tak enak diajak berkawan. Pegawainya duduk berderet di meja-meja yang diatur kesempitan. Tidak ada senyum dan kehangatan, padahal mereka menghasilkan jutaan dari jualan hiburan.
Dan gak mau ngasih password wifi.
Kenapa gue masih di sini?
Well, mungkin gak selamanya gue harus menulis. Kadang gue butuh mengemis, agar kelak ada yang ditulis.
Tapi senyum si bapak ini manis kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar