Selasa, 16 Februari 2016

Sabar

"Kalau saya sabar, neng sabar, akhirnya ketemu...," kata si bapak penjaga toko gordyn sambil tersenyum dengan mata menghilang.

Senyum inilah yang membuat gue memilih toko ini dari sekian banyaknya toko gordyn sepanjang jalan ABC. Padahal gordyn-gordyn yang dipajang di toko ini tidak lebih menarik dari toko sebelah. Tapi toko sebelah dijaga mas-mas bermata malas.

"Ini mau, Neng?" kata si Bapak menawarkan buku kumpulan kain gordyn ke sekian.

"Yang ini terlalu mengkilat,Pak."

Si Bapak pergi lagi. Sebentar kembali lagi dengan buku lain.

"Kalau ini, Neng?"

"Motifnya terlalu ramai. Kaya buat Ibu-Ibu. Yang anak muda dong, Pak."

Si Bapak sepertinya tidak mengerti apa yang gue maksud motif anak muda. Tapi dia  terus mencari.

"Saya makan dulu di kedai depan ya, Pak. Ntar saya balik lagi."

Setelah roti coklat dan kopi susu gue selesai dilahap, gue kembali menyebrang jalan. Tidak sedikit pun berpikir pindah toko. Bahkan ketika disambut tumpukan buku kain yang masih saja bermotif emak-emak. Si Bapak terus menerus menyuguhkan buku lain diiringi senyum mata hilang.

"Nah ini aja, Pak," kata gue melihat si kaen gordyn black out berwarna hijau kepompong di antara tumpukan motif meliuk-liuk.

"Kalau saya sabar, neng sabar, akhirnya ketemu...," kata si bapak penjaga toko gordyn.

Gue pulang dengan sedikit heran, kok gue bisa sabar. Mungkin sabar akan lebih mudah jika berhadapan dengan bapak-bapak bermata tersenyum.

Tapi kok dia bisa sabar?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar