Selasa, 02 Februari 2016

Harga Diri

"Gue tuh selalu menyangka kalau perfilman itu gak ada duitnya," katanya kaget mendengar besarnya biaya workshop film hasil CSR salah satu bioskop.

"Yang miskin itu produser filmnya, Bu. Bioskop mah kaya banget," jawab gue.

Bayangkan saja. Jika gue dapet 1 M setelah bekerja bertahun-tahun membuat satu film, bioskop juga dapet 1M. Kan share-nya fifty-fifty.

Setelah film gue turun dan gue berjuang membuat film lain, bioskop tinggal menayangkan film-film lain dan menuai M-M lainnya.

Tapi  film Hollywood berbeda, tidak share fifty-fifty. Bioskop beli putus di awal. Jadi bioskop berusaha lebih keras agar filmnya laku dan duit beli filmnya balik. Nggak sesuka hati mereka turunkan.

"Kalau begitu hasil workshop kita gak usah masuk bioskop," katanya santai, tidak ingin mendukung sistem yang tidak memikirkan dia.

Gue heran. Tidak pernah terpikirkan bagi gue untuk tidak masuk bioskop. Karena biaya bikin film terlalu besar untuk diedarkan tidak melalui bioskop. Makanya gue terima-terima aja diperlakukan sesuka hati sama bioskop.

Mungkin revolusi harus dimulai dari menghargai diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar