Sabtu, 20 Februari 2016

Berbagi

Menulis tentang berbagi di apartemen lantai sebelas yang ditinggali sendiri membuat gue merasa seperti mencari cabe di ladang jagung. Makanya mungkin sudah Februari, gue belum juga suka draft ini.

Suatu waktu dulu, pernah gue gemar berbagi. Waktu itu gue baru baca cerita soal seorang biksu yang memberikan hadiahnya buat biksu lain yang menurut dia lebih pantas menerima.  Biksu lain itu malah memberikan hadiah itu pada biksu lain yang lebih pantas. Akhirnya hadiah itu terus dioper sampai akhirnya kembali lagi ke biksu pertama. Si Biksu pertama menikmati hadiahnya dengan bahagia setelah tercipta sebuah circle of joy yang menyentuh semua biksu.

Saat gue muda, gak punya tanggungan, dan gaji dollar datang tiap bulan, berbagi memang lebih membahagiakan. Setelah lima tahun membangun perusahaan sendiri dan belum juga financially stable, berbagi jadi begitu menyeramkan.

Bagaimana kalau nanti gue kekurangan?

Dulu gue percaya gue gak akan kekurangan. Dan gue gak pernah kekurangan.

Setelah gue merasakan hidup dengan yakin gue pasti dicukupkan, sekarang kok bisa gue ketakutan kekurangan?

Mungkin gue kurang beriman. Mungkin gue lebih berpengalaman. Mungkin dulu gue hanya delusional.

Mungkin itu yang harus gue tulis. Tentang orang yang dulu gemar berbagi, sekarang ketakutan kekurangan dan hidup sendirian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar