"LGBT jangan dimusuhi. Sebaiknya kita bimbing pelan-pelan agar hatinya terbuka dan mau sembuh," kata Yuni di whatsapp Group Arsitek ITB 2001.
Gue berpikir sejenak antara:
a. jawaban scientific, memberikan link resmi dari badan kesehatan internasional yang menyatakan homoseksualitas bukan penyakit.
b. jawaban personal, menjelaskan perasaan gue bagaimana sedihnya hidup menjadi lesbi di tengah-tengah masyarakat yang ignorant tapi gemar ngebully.
c. leave group.
Tapi kalau Yuni mau, Yuni bisa tinggal google. Apapun yang gue katakan, Yuni akan tetap bertahan dengan kebenaran kata agamanya dan gue dengan kebenaran gue.
Mungkin the strongest statement is no statement at all.
Sammaria left the group.
"Atid, aku minta maaf ya kalau kau tersinggung. Aku post gambar-gambar tadi itu buat Muslim yang mau mendengarkan. Bukan buat kau."
"Gak papa kalik, Yun. Kalau gue gak suka satu group ya gue leave aja. Gue cari group lain yang bisa nerima gue. Gak berarti gue benci ama lo."
Gak mungkinlah gue benci ama Yuni. Yuni yang begitu baik. Yuni yang dengan tanpa pamrih memesan makanan, mencatat adegan, dan me-load data selama shooting cin(T)a yang sengsara. Yuni yang selalu peduli sesama, yang dengan lembut membersihkan Andik dari cat merah yang membakar kulit tapi tetap gue catkan ke kulit Andik cuma biar acara wisudaan kita keren.
Yuni baik sekali. Hanya saja agamanya mengatakan pada Yuni kalau LGBT itu najis dan harus disembuhkan. Dan Yuni dan keluarganya terlalu taat untuk membiarkan kemungkinan tafsir lain merasuki pikirannya.
Gue teringat suatu sore yang gak pernah gue lupakan. Adik Yuni resah melihat seekor anjing kurap kelaparan. Dia tergerak oleh belas kasihan dan membelikan baso buat si anjing.
Satu baso digulirkannya jauh-jauh, tapi si anjing gak ngeh. Si adik mendorong baso lebih dekat ke si anjing. Si anjing mendekat, si adik langsung melompat menjauh.
Kata agamanya anjing najis, gak boleh disentuh.
Lalu takut-takut, dia kembali lagi mendekat menggulirkan baso berikutnya. Anjing mendekat, dia lompat lagi.
Kalau Yuni sekeluarga bisa punya kasih sayang ama seorang anjing kurap najis kelaparan, apalagi sama lesbian seksi yang harus disembuhkan.
Saat ini Yuni mungkin masih bingung antara titah agamanya dan belas kasihan di hatinya. Mungkin suatu hari Yuni akan memutuskan belas kasihan di hatinya hanya bisikan setan yang tidak perlu didengarkan.
Tapi nanti kalau belas kasihan di hati Yuni memang melawan kata-kata bapak-bapak pembawa kebenaran di pengajiannya, dan suatu hari Yuni memutuskan untuk ngebeliin gue baso, gue hanya berharap Yuni ingat satu hal.
Gue gak makan daging. Mending beliin Terong Raos di Pandan Wangi jalan Patuha.
Raos pisan.