Kamis, 31 Maret 2016

Minyak Narwastu

Ucu bercerita tentang seorang anak yang tidak pernah kenal apa itu lemari. Bajunya hanya satu. Jika kotor, dicuci dan ditunggu sampai kering, lalu dipakai lagi.

Ini hanya salah satu dari sekian banyak warga Jakarta yang miskinnya udah gak masuk akal, malah tergusur dari gubuknya, dan tak bisa melawan demi Jakarta yang semakin seperti Singapur  dan nyaman bagi Kelas Menengah.

"Ya tapi gue yakin Ahok udah berusaha melakukan apa yang terbaik yang bisa dia lakukan," kata seorang kelas menengah yang baru beli lemari 10 juta di Ikea. "Mungkin saat ini dia ya bisanya itu, harus kompromi ama Developer."

Gue mengangguk walau masih bingung. Memang tidak ada gunanya menyalahkan kerjaan orang lain.  Lebih baik memikirkan apa yang bisa gue lakukan.

Bikin film?

Segini banyaknya orang butuh uang, masa gue menghabiskan duit milyaran buat bikin film?

"Orang miskin itu akan selalu ada. Minyak narwastu lo tuh harus dipakai untuk memuliakan Dia," katanya mengingatkan gue akan cerita Yesus diurapi.

Maria mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu mahal pakai rambutnya sendiri. Yudas protes bilang Maria buang-buang duit. Lebih baik dijual lalu dibagikan ke orang miskin.

Yesus menjawab, "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburanku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi aku tidak akan selalu ada pada kamu."

Jadi kaki Yesus lebih penting dari orang miskin? Ayat ini mengganggu gue walaupun gue tahu memang Yudas gak peduli ama orang miskin dan cuma pengen sok protes aja.

Sabda Yesus  bukan wahyu yang harus diikuti buta kalau gak mau masuk neraka. Tapi Yesus adalah salah satu tokoh pergerakan yang muncul dari orang biasa dan berhasil menggerakkan kelas menengah ngehek untuk mengubah cara hidupnya. Banyak sekali yang bisa gue pelajari dari perkataannya.

Apa minyak narwastu gue? Siapa yang dengan bahagia gue basuh dengan rambut gue? 

Walaupun gak punya lemari, dia pun punya minyak narwastu  sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar