Rabu, 23 Maret 2016

A Wholistic Filmmaking

Gue mengunjungi lokasi shooting seorang teman disambut pemandangan seperti...

Seperti shooting.

Artis-artis ber-make up tebal di ruang ber-AC. Kru-kru kurang tidur menunggu mereka siap ganti baju. Sutradara main HP. Asisten-asisten keringetan mondar-mandir berusaha shooting segera dimulai. Filmmaker wannabe celingak-celinguk clueless menunggu teriakan.

Gue duduk di sebuah kursi baso dikelilingi kotak bekas makanan, kabel, tumpukan tas-tas, dan entahlah. Yang rapi di lokasi shooting hanya area seuprit di depan kamera.

Semua sampah ini, semua keringat dan bau ini, semua hanya untuk membuat film yang terkenalnya tergantung pemilik media, tayangnya tergantung pemilik bioskop, lakunya tergantung penonton. Kalaupun laku, tetap bioskop yang dapat uang lebih banyak.

Dikelilingi semua sampah ini, mungkinkah bisa menghasilkan sebuah film indah yang ingin gue kenang?

Gue butuh cara baru membuat film yang gak cuma indah di depan kamera. Yang budget-nya  berkeadilan sosial, makanannya gak dibeda-bedain, gak nyampah, gak tergantung bioskop, tv, apalagi media. Kalau pemodal dan penonton, bolehlah masih gue dengerin.

Kalau nggak, ya mending gak usah bikin film. Toh film bagus udah banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar