Rabu, 02 Juli 2014

“What is religion to you?”

“What is religion to you?”

Gue memilih kotak paling bawah.  “It can give the wrong people power.”

Mungkin lima tahun lalu gue akan memilih kotak paling atas, “a way of life”. Atau kotak ke dua, “it brings good to people”.

Tapi di saat gue keluar Kalibata City disambut dengan spanduk pendukung Prabowo Hatta yang meneriakkan syariat Islam bergambar Prabowo, Hatta, dan Habib Riziq, berat rasanya memilih kotak ke satu atau ke dua.

Apalagi ketika  timeline FB gue dipenuhi teman-teman yang seharusnya terdidik dan terbuka ternyata mendukung Prabowo Hatta dengan alasan agama. Seakan-akan gue gak pernah ada di hidup mereka.

Agama di tangan manusia-manusia yang merasa benar memang terbukti menjadi  alat yang membutakan untuk menekan yang lain.

Tapi sebenarnya sudah lama gue tidak lagi menjawab satu atau dua. Kelemahan agama paling besar adalah agama tidak memberi gue ruang untuk berpikir dan salah arah dan mencari sendiri jalan untuk bercakap-cakap denganmu. Dari kecil gue sudah dilatih untuk tidak bersandar pada pengertian sendiri dan harus percaya pada kata-kata para guru agama dan pendeta.

Akhirnya gue terkotak dari sesama gue, terutama mereka yang tidak memanggil Yesus tuhan. Dan membuat gue tidak lagi merasa bagian dari alam, melainkan penguasanya. Semuanya diciptakan Tuhan agar bisa kita pergunakan untuk kebaikan si ciptaan tertinggi, manusia, yang akan memelihara alam dan berkuasa atasnya.

And we are not doing a very good job.

Tapi mempertanyakan agama di negara ini mungkin akan disambut dengan babi anjing taik dan tolol. 

Kenapa pengikutmu begitu galak oh tuhan?

Aku ingin lebih bernafas agar bisa menghirup udara dan lebih menyadari sekitar, menjadi bagan dari semut-semut pemakan gula merah yang dibalado Mami di ikan teri dan dicerna di perut ini menjadi taik-taik yang kembali membuat lahan Indonesia menjadi subur, menafkahi padi yang kemudian gue makan lagi, taik lagi, berputar lagi, hingga semuanya menjadi satu lagi.

Bukankah kita dulunya satu?

Siapapun yang menang, semoga kita tetap satu. 

Oh tanggal 9 Juli cepatlah datang. 

Tapi anggap sajalah masyarakat Indonesia sudah bijaksana, Jokowi udah menang, jadi lebih baik dari sekarang gue mulai merencanakan bagian-bagian pembangunan yang menjadi lahan gue. seperti bikin pilim dan keseruan-keseruan lainnya. 


Kalau ternyata nomor 1 yang menang ya moga-moga ada negara lain yang mau nerima pembuat pilim dan keseruan-keseruan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar