Jumat, 04 Juli 2014

Bersatu Kita Teguh, Berdua Kita Teguh

























“Males banget deh. Makin kenal makin tak sayang,” katanya di whatsapp group sambil memposting gambar yang menyudutkan Jokowi.

Gue sudah siap memborbardir dia dengan tuduhan bermacam-macam. Gimana mau kenal kalau riset lo sebatas gambar-gambar fitnah?

Black campaign akhir-akhir ini semakin membuat muak.  Dua kubu saling menghina. Yang satu bikin film pendek dengan slogan fun campaign yang sama sekali gak lucu. Yang satu bikin epic battle gak lucu. Mau dukung Jokowi sekalipun, kalau bawaannya udah ngehina-hina sotoy, gue gak ketawa.

Memang Jokowi harus kita dukung karena mencerminkan harapan. Tapi gak usah menghina yang kaum seberang. Di belakang Jokowi pun banyak manusia-manusia menjijikkan. Semuanya sama saja boroknya, hanya yang satu masih ada harapan. Tapi harapan bisa jadi bumerang, melihat  Jokowi  bisa jadi mengulang cerita melempemnya SBY yang dulu kita harapkan. 

Kalau nomor 1 menang, ya gue amini juga. Maybe WE deserve-nya emang dipimpin yang kayak Prabowo.

“Wah Atid bener banget, siapapun pilihannya yang penting kita sebagai bangsa Indonesia tetap bersatu ya gak?” whatsapp teman lain yang dicurigai pendukung 1 tapi gak mau ngaku.

“Ya nggaklah. Kalau Prabowo menang gue langsung cabut dari negara ini. Hidup ini singkat, ngapain dihabisin berkarya di negeri yang menterinya Tifatul? There’s no place for us here,” jawab gue sambil tetap promo film Selamat Pagi, Malam.

“Udah pada nonton belum tuh?” Kata si makin kenal makin tak sayang mempromosikan film gue. Sepertinya cuma dia yang sudah nonton di whatsapp group yang lebih tertarik meributkan calon presiden ini.

Dilanjutkan dengan dia curhat betapa tiga tahun belum pernah diperbolehkan cuti.  Di kantornya dia sudah apatis,  tidak berguna proaktif. Mending nunggu dikasih THR baru resign.  Dia pengennya tidur-tidur meluk anaknya. Tapi uang tetap dibutuhkan.

Tak ada yang peduli dengan dia.

Gue jadi malu sendiri sudah menghamikimi membayangkan sulitnya hidupnya. Di negara yang masyarakatnya sudah jenuh dan resah ini, mungkin memang riset politik adalah prioritas nomor ke sekian. Lebih baik waktunya dipakai meluk-meluk anak sehabis kerja seharian.

Mungkin kalau gue jadi dia, gue pun demikian.

Kita hanya sesama warga yang butuh berjuang. Siapapun pemimpinnya, tetap 5 tahun ke depan akan susah. 


Lebih baik tidak saling memusuhi. Kita saling membutuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar